RENCANA
PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
(
RPP )
Sekolah :
Mata Pelajaran : Matematika
Semester / Kelas : I / VI
Alokasi Waktu : 6 x 35 menit
A. Standar
Kompetensi
1.
Melakukan operasi hitung bilangan bulat
dalam pemecahan masalah
B. Kompetensi
Dasar
1.1
Menggunakan sifat-sifat operasi hitung
termasuk operasi campuran, FPB dan KPK
C. Indikator
1.1.1
Menggunakan sifat-sifat pengerjaan
hitung
1.1.2
Menentukan FPB dari dua atau tiga
bilangan
1.1.3
Menentukan KPK dari dua atau tiga
bilangan
1.1.4
Melakukan pengerjaan hitung campuran
D. Tujuan
Pembelajaran
1.
Setelah melakukan peragaan dengan
menggunakan sedotan, siswa dapat mengetahui sifat-sifat pengerjaan hitung
dengan cara pertukaran, pengelompokan, pertukaran, penyebaran
2.
Setelah melakukan peragaan dengan cara
membuet manik-manik, siswa dapat menentukan FPB dengan cara pohon faktor
3.
Setelah melakukan peragaan dengan cara
menghias taplak meja, siswa dapat menentukan KPK dengan cara pohon faktor
4.
Setalah melakukan peragaan berbelanja,
siswa dapat melakukan pengerjaan hitung campuran dengan cara penjumlahan,
pengurangan, perkalian, dan pembagian
E. Materi
Pembelajaran
Operasi hitung bilangan bulat :
-
Operasi hitung campuran
-
Menetukan operasi hitung campuran
-
Menyelesaikan masalah yang berkaitan
dengan operasi hitung campuran
F. Metode
Pembelajaran
Ceramah, diskusi, dan tanya jawab
Kegiatan pendahuluan
-
Apersepsi
1. Guru
mengucapkan salam
2. Guru
mengajak peserta didik berdoa sebelum pelajaran dimulai
3. Guru
menanyakan peserta didik yang tidak hadir
4. Guru
menjelaskan tujuan pembelajaran
G. Kegiatan
Inti
1. Guru
menguraikan materi tentang operasi hitung campuran
2. Guru
meminta kepada peserta didik untuk menjelaskan tentang operasi hitung campuran
3. Guru
melibatkan peserta didik secara aktif dalam setiap kegiatan pembelajaran dalam
bentuk tanya jawab maupun pendapat.
H. Kegiatan
dalam ranah elaborasi
1. Memberikan
penegasan kepada peserta didik guna mengetahui cara menentukan hasil operasi
hitung campuran
2. Guru
memfasilitasi tanya jawab berdasarkan hasil temuan peserta didik dari hasil
diskusi dan memberi solusi dalam masalah diskusi
3. Guru
melakukan evaluasi terhadap hasil pembelajaran yang sudah dilakukan dengan cara
mengerjakan soal-soal latihan.
I. Kegiatan
guru dalam ranah konfirmasi
1. Guru
memberikan umpan balik positif dan menguatkan dalam bentuk lisan , tulisan,
isyarat terhadap keberhasilan peserta didik.
2. Guru memfasilitasi peserta didik melakukan
reflikasi guna memperoleh pengalam belajar yang telah dilakukan.
J. Kegiatan
Penutup
1. Guru
membuat simpulan tentang hasil proses belajar mengajar
2. Peseta
didik mencatat dan merangkum tentang materi yang telah dipelajari
3. Guru
memberikan kesimpulan kepada peserta didik mengenai materi yang belum di
mengerti.
4. Merencanakan
tindak lanjut dalam bentuk remedial atau pengayaan .
Soal
Isian :
1.
-15 * (- 5) =
2.
-300 : (-15) + 100 =
3.
25 + 350 : (-5) =
4.
75 – 15 + 10 * (2) =
5.
20 + 25 * (2) =
6.
30 + 58 * (-3) =
7.
-56 : (-4) * (-25) =
8.
91 + 9 : (3) =
9.
Muzilma membeli 5 lusin sendok di
warung bu Wirna. Setelah sampai dirumah
, datang bu Desi yang ingin meminjam 24 buah sendok untuk acara selamatan
dirumahnya. Namun, tiba-tiba datang bu Enris yang juga ingin meminjam 10 buah
sendok. Jadi, berapakah sisa sendok
Muzilma ?
10.
Umur Bapak Andika 6 windu, lebih tua 20
tahun dari umur anaknya Fahmi. Umur ibu Muzilma 15 tahun lebih tua dari umur
Fahmi. Berapa umur Ibu Muzilma sekarang ?
Kunci Jawaban :
1.
75
2.
120
3.
-45
4.
80
5.
70
6.
204
7.
350
8.
273
9.
26 buah sendok
10.
43 tahun
Skor :
Benar 10 = 100
Benar 9 = 90
Benar 8 = 80
Benar 7 = 70
Benar 6 = 60
Benar 5 = 50
Benar 4 = 40
Benar 3 = 30
Benar 2 = 20
Benar 1 = 10
Benar 0 = 0
BAB I
PENDAHULUAN
A
.
Latar
Belakang
Masalah
Pendidikan
memiliki tujuan
nasional
yang
tertuang
dalam
Undang
-
undang
N
omor 20
T
ahun 2003
tentang
Sistem Pend
idikan
Nasional
pasal 3
yaitu
“...u
ntuk
berkembangnya potensi peserta didik agar me
njadi
manusia yang
beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis
serta
bertanggung jawab
(Tim
Penyusun, 2007: 12
-
13)
.” Tujuan
Pendidikan
Nasional
dijabark
an menjadi
tujuan
-
tujuan yang
lebih khusus diantaranya
tujuan
instruksional. Sehingga setiap mata pelajaran memiliki tujuan lebih
khusus yang
merupakan bagian dari tujuan Nasional. Usaha pemerataan
pendidikan
banyak dilakukan demi tercapainya tujuan pendid
ikan
nasional.
Adanya
bantuan yang diberikan oleh pemerintah kepada sekolah merupakan
salah satu
usaha yang dilakukan pemerintah demi mencapai tujuan pendidikan
Nasional.
Kriteria
keberhasilan pendidikan dapat dilihat melalui hasil pencapaian
tujuan tiap
mata
pelajaran. Hal tersebut dapat diukur dengan melihat
pencapaian
KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) setiap mata pelajaran sesuai
yang
ditentukan sekolah. Kemampuan siswa yang dapat dilihat melalui proses
pembelajaran,
hasil Ujian Tengah Semester, hasil U
jian
Semester, ataupun
hasil Ujian
Sekolah menjadi tolok ukur tinggi rendahnya mutu pendidikan di
Indonesia.
Kemampuan
membaca merupakan salah satu hal yang dibutuhkan dari
proses
pendidikan. Kemampuan membaca dapat diartikan kecepatan membaca
dan pemaham
an isi
secara keseluruhan (D.P. Tampubolon, 1990: 7). Dari
pendidikan
dasar sampai dengan perguruan tinggi tidak pernah lepas dari
kemampuan
membaca. Manusia dituntut untuk memiliki kemampuan membaca
yang tinggi.
Hal ini disebabkan karena membaca adalah pr
oses yang
kompleks
dan rumit
(Nurhadi, 2008: 13). Kompleks artinya dalam proses membaca
terlibat
berbagai faktor internal dan eksternal. Rumit dapat diartikan faktor
eksternal
dan internal saling berhubungan yang menunjang pemahaman
terhadap
bacaan.
Faktor
internal
yang berpengaruh terhadap kemampuan membaca dapat
berupa
intelegensi, minat, sikap, bakat, motivasi, proses berpikir seperti
mengingat,
memahami, membedakan, membandingkan, menemukan,
menganalisis,
dan sebagainya. Untuk itu membaca membutuhkan ke
mampuan
intelektual
yang tinggi. Faktor minat juga berpengaruh terhadap kemampuan
membaca.
Seseorang yang memiliki minat yang tinggi terhadap bacaan, dapat
dipastikan
akan memperoleh pemahaman yang lebih baik terhadap topik
bacaan daripada
orang yang memi
liki minat
yang rendah terhadap bacaan.
Faktor
eksternal juga mempengaruhi kemampuan membaca. Misalnya
sarana
prasarana dan latarbelakang sosial ekonomi. Untuk sarana prasarana
contohnya
ketersediaan bahan bacaan. Jika bahan bacaan tersedia cukup
banyak,
maka
kesempatan untuk membiasakan membaca lebih tinggi. Begitu
pula
tingkat
sosial
ekonomi yang tinggi akan mempengaruhi ketersediaan
sarana
prasarana dalam membaca yang akan mendukung kebiasaan membaca.
Sehingga
tingkat sosial ekonomi yang tinggi akan mem
pertinggi
kemampuan
membaca.
Aktivitas
membaca dari berbagai sumber informasi akan membuka dan
memperluas
wawasan seseorang. Penyampaian informasi secara tertulis pada
abad modern
ini merupakan hal yang tidak dapat ditinggalkan. Berbagai
informasi
sangat e
fektif
diumumkan melalui tulisan. Di dalam kehidupan
sehari
-
hari
dibutuhkan kemampuan membaca. Kemampuan membaca sangat
dibutuhkan
untuk memahami tanda dan aturan mulai dari yang sederhana di
lingkungan
sekitar. Misalnya larangan merokok, larangan membuang
sampah
di sembarang
tempat, petunjuk arah lokasi suatu tempat.
Kegunaan
kemampuan membaca lainnya yaitu untuk memperoleh
informasi
baik dari media cetak maupun media elektronik. Manusia tidak
pernah lepas
dari informasi. Informasi dapat diperoleh dengan
membaca
media
cetak
ataupun media elektronik. Setiap hari disajikan informasi yang berupa
pengetahuan,
fakta, hasil penelitian, liputan suatu peristiwa, dan lain
sebagainya
yang disajikan melalui media cetak ataupun media elektronik.
Bahkan untuk
berkomuni
kasi dengan
orang lain secara jarak jauh pun
digunakan
sms
,
facebook
,
email
,
dan bentuk
lain yang memerlukan
kemampuan
membaca yang tinggi untuk dapat memahami pesan tersebut dan
menanggapi
pesan yang diberikan oleh pemberi informasi. Hal itu disebabkan
ka
rena dalam
kehidupan manusia tidak akan lepas dari proses komunikasi.
Dalam media
cetak ataupun media elektronik perlu usaha untuk dapat
memaknai
bacaan yang ada. Orang belum tentu dapat memberi makna apa
yang dibaca
tersebut secara cepat. Kemampuan mener
ima
informasi dapat
terjadi
dengan cepat apabila orang yang membaca informasi memiliki
kemampuan
membaca yang tinggi.
Begitu
pentingnya kemampuan membaca bagi setiap orang maka
pembe
lajaran
membaca harus diperhatikan. Pemerintah pun memperhatikan
pentingn
ya
pembelajaran kemampuan membaca tersebut sampai
-
sampai dalam
SNP (Standar
Nasional Pendidi
kan) pasal
25 ayat 3
dijelaskan
bahwa
kompetensi
lulusan pada mata pelajaran bahasa menekankan pada kemampuan
membaca dan
menulis sesuai jenjang pendidikan
(Tim Red
aksi
Fokusmedia,
2008: 17)
.
Dikemukakan pula dalam pasal 6 ayat 6
bahwa
kurikulum SD/MI
menekankan
pentingnya kemampuan dan kegemaran membaca dan menulis,
kecakapan
berhitung, serta kemampuan berkomunikas
i
(Tim Redaksi
Fokusmedia
, 2008: 8)
.
Pembelajaran
membaca di
Sekolah Dasar dibagi menjadi dua yaitu
kemampuan
membaca permulaan dan kemampuan membaca tingkat lanjut.
Kemampuan
membaca permulaan ditekankan di kelas rendah (kelas 1, 2, dan
3) berupa
keterampilan mekanis yang dapat dicapai dengan aktivitas m
embaca
nyaring.
Sedangkan kemampuan membaca pemahaman atau keterampilan
pemahaman
ditekankan di kelas tinggi (kelas 4, 5, dan 6) yang dapat dicapai
dengan
aktivitas membaca dalam hati. Bagi siswa SD kelas IV dalam
kemampuan
membaca sudah tidak lagi hanya
ditekankan
pada
keterampilan
mekanis saj
a
atau membaca
dengan suara nyaring, melainkan sudah ditekankan
pada
pemahaman bacaan. Bacaan yang ada di kelas IV juga sudah tidak
berbentuk
bacaan yang sederhana tetapi bacaan yang lebih kompleks. Hal
tersebut
juga
berkaitan
dengan mata pelajaran yang dipelajari di kelas IV sudah
kompleks
tidak sederhana seperti di kelas rendah. Untuk mencapai
keterampilan
pemahaman bacaan, maka yang paling tepat adalah dengan
membaca
dalam hati (Henry Guntur Tarigan, 1985: 12).
Un
tuk
membangun kemampuan membaca yang tinggi, guru hendaknya
menggunakan
berbagai metode pembelajaran yang bervariasi dalam
pembelajaran
membaca. Di sini, peran guru dalam memilih metode membaca
yang tepat
untuk mencapai tujuan membaca sangat diperlukan. Ke
ahlian guru
dalam
memilih metode pembelajaran membaca berpengaruh terhadap
kemampuan
membaca siswa. Ketika guru menyampaikan tujuan membaca dan
manfaat
membaca ketika pembelajaran membaca berlangsung, maka minat
siswa akan
tumbuh. Dengan adanya minat diduk
ung metode
pembelajaran
yang
menyenangkan siswa akan merasa senang dalam membaca.
Kemampuan
membaca anak Indonesia dikatakan masih rendah.
Kemampuan
membaca siswa kelas VI Sekolah Dasar di Indonesia masih
memprihatinkan
atau menduduki peringkat terakhir
dari 30
negara. Indonesia
masih di
bawah Filipina. Kemampuan tersebut mungkin dipengaruhi minat
baca siswa
SD di Indonesia. Hasil penelitian
United
Nation Development
Programe
(UNDP)
melaporkan bahwa minat membaca orang Indonesia masih
termasuk
rendah. Dar
i data UNDP
Indonesia menempati peringkat ke
-
96 dalam
hal minat
baca. Bahkan untuk kawasan Asia Tenggara hanya ada dua negara di
bawah
Indonesia yakni Kamboja dan Laos (Audi Yudhasmara, 2010
: 1
).
Peran
sekolah di Indonesia cukup penting dalam pembinaan min
at dan
kemampuan
membaca. Keberhasilan studi seseorang ditentukan oleh
kemampuan
dan minat membacanya. Siswa yang tidak memahami pentingnya
belajar
membaca tidak akan termotivasi untuk belajar. Kurangnya kemampuan
membaca
siswa SD harus bisa diatasi karena
untuk jangka
panjang dampaknya
dapat
dirasakan yaitu kecerdasan bangsa Indonesia akan tertinggal jauh dengan
bangsa lain.
Untuk itu, sekolah harus memberikan metode yang menarik dalam
pembelajaran
membaca karena sekolah yang berperan langsung dalam
pembel
ajaran
membaca.
Kenyataan
yang terjadi di lapangan, pembelajaran membaca di kelas IV
Sekolah
Dasar belum sesuai yang diharapkan. Pembelajaran di kelas IV
seharusnya
sudah menekankan pada pemahaman bacaan yang dapat diperoleh
dengan
membaca di dalam hati. N
amun
demikian masih ada pembelajaran
membaca di
kelas tinggi yang disamakan dengan pembelajaran membaca di
kelas awal.
Pembelajaran membaca pemahaman siswa kelas IV ada yang masih
ditekankan
pada aspek mekanik. Pembelajaran membaca pemahaman masih
menggun
akan
aktivitas membaca nyaring. Hal ini tentu membuat siswa kurang
berkembang
kemampuan membacanya. Seolah
-
olah siswa
kelas IV yang
mampu
membaca adalah siswa yang mampu membaca dengan intonasi dan
lafal yang
tepat. Dengan kata lain kemampuan membaca diar
tikan hanya
sampai pada
kemampuan membaca permulaan. Padahal untuk kelas IV sudah
ditekankan
pada pembelajaran membaca tingkat lanjut.
Meskipun
membaca nyaring lebih ditekankan untuk kelas rendah, tetapi
pada siswa
kelas IV di beberapa SD Negeri
di
K
ecamat
an Kokap
masih
ditemui
siswa yang kurang lancar dalam membaca nyaring. Masih ada siswa
yang sering
menambah dan mengurangi suku kata ataupun kata dari bacaan
yang dibaca.
Dijumpai pula siswa yang masih mengeja kata yang diucapkan,
membaca
dengan lafal dan
intonasi
yang kurang tepat, seperti tidak
menghiraukan
tanda koma, berhenti tidak pada tanda titik, dan tidak tepat
dalam
memenggal kalimat. Hal ini tentu akan berpengaruh terhadap
pemahaman
bacaan. Jika dilihat dari kemampuan membaca siswa yang masih
sep
erti ini
mungkin memang tepat pendapat guru untuk masih menekankan
membaca
nyaring di kelas IV. Karena memang kenyataannya masih ada siswa
kelas IV
yang kurang lancar dalam membaca nyaring.
Walaupun
demikian
guru
seharusnya tetap melatihkan kemampuan memba
ca tingkat
lanjut,
sehingga
kemampuan membaca siswa dari segi pemaham
a
nnya dapat
meningkat.
Dilihat dari
kemampuan pemahaman siswa terhadap bacaan, kemampuan
siswa dalam
memahami bacaan masih tergolong rendah. Hal ini dapat dilihat
dari
kemampuan siswa dal
am menjawab
pertanyaan tentang bacaan yang sudah
dibaca
nyaring secara bergantian berulangkali, hasilnya siswa masih juga
membutuhkan
waktu yang lama untuk mengerjakan soal tersebut. Ditambah
lagi ketika
hasil pekerjaan dicocokkan ternyata masih banyak jaw
aban yang
kurang
benar.
Metode
pembelajaran membaca yang digunakan guru yang
monoton
membuat siswa merasa bosan dalam pembelajaran membaca,
sehingga ada
siswa yang mengantuk, melamun, dan tidak menyimak. Dengan
demikian
pembelajaran membaca kurang optimal
dan hasilnya
pun tidak sesuai
yang
diharapkan.
Dalam
pembelajaran di sekolah, kemampuan membaca sangat dibutuhkan
untuk
keberlangsungan pembelajaran karena kemampuan membaca merupakan
dasar untuk
mendapatkan pengetahuan. Kemampuan membaca menjadi dasar
unt
uk belajar
berhitung, berbicara, memahami pelajaran lain seperti
Matematika,
Pendidikan Kewarganegaraan, Ilmu Pengetahuan Alam, dan Ilmu
Pengetahuan
Sosial (IPS). IPS merupakan salah satu mata pelajaran yang
membutuhkan
kemampuan membaca.
IPS menjadi
mat
a pelajaran
yang cukup penting. Mata pelajaran IPS
membina
siswa agar memiliki keterampilan berpikir, keterampilan akademis,
keterampilan
ilmiah, dan keterampilan sosial. Materi IPS yang demikian
banyak,
semuanya sangat penting untuk dipelajari dan diterap
kan dalam
kehidupan.
Karena pentingnya IPS bagi anak, IPS dijadikan mata pelajaran
yang wajib
diberikan di Sekolah Dasar. Seperti yang dijelaskan dalam Undang
-
undang
Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 Pasal 37
oleh Tim
Penyusun
(200
7
: 29)
,
bahwa
kurikulum
pendidikan dasar dan menengah wajib
memuat mata
pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial.
Pendidikan
Dasar terutama Sekolah Dasar merupakan pijakan siswa untuk
melangkah
menuju jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Untuk itu siswa harus
menguasai
mater
i yang
diberikan di sekolah Dasar. Jika siswa kurang
menguasai
materi di Sekolah Dasar maka dampaknya akan dirasakan di jenjang
pendidikan
yang lebih tinggi dan akan menjadi hambatan pula dalam
pendidikan
selanjutnya.
Pembelajaran
IPS membutuhkan variasi
metode dan
media untuk
penyampaian
materi IPS. Karena jika guru tidak terampil dalam mengemas
materi siswa
akan merasa bosan dan tidak tertarik untuk mempelajari IPS.
Padahal IPS
sangat bermanfaat bagi siswa baik untuk membuka wawasan
maupun untuk
diterap
kan dalam
kehidupan siswa.
Sebagian
besar materi IPS berupa bacaan bersifat abstrak yang harus
dikemas guru
dalam bentuk yang lebih konkret. Untuk belajar mandiri dan
menemukan
konsep secara mandiri siswa memerlukan kemampuan membaca
yang cukup
tinggi dal
am belajar
IPS. Dalam pembelajaran IPS siswa dituntut
untuk
menemukan sendiri konsep yang dipelajarinya. Dari hal tersebut
dibutuhkan
kemampuan siswa untuk mencari dan menggali informasi dari
berbagai
sumber. Salah satu kegiatan yang dapat dilakukan siswa
adalah
dengan
membaca pemahaman.
Dari hasil
observasi dan wawancara peneliti pada pembelajaran yang
terjadi di
kelas IV beberapa SD di kecamatan Kokap, pembelajaran IPS di
Kelas IV
masih menggunakan metode yang monoton, yaitu ceramah dan tanya
jawab sehi
ngga siswa
merasa bosan dalam belajar. Guru juga sering merasa
kesulitan
untuk menjelaskan konsep yang abstrak karena tidak tersedia alat
peraga yang
mendekati konkret untuk membantu siswa lebih mudah dalam
memahami
materi. Jika dilihat dari prestasi sisw
a, masih
banyak siswa yang
belum
memenuhi KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) mata pelajaran IPS.
Adapula
sekolah yang sudah memenuhi KKM namun prestasi IPS merupakan
prestasi
terendah dibandingkan dengan mata pelajaran yang lain. Sebagai
contoh di SD
Negeri
Kokap, rata
-
rata hasil
Ujian Tengah Semester mata
pelajaran
IPS adalah 72,3 sedangkan Kriteria Ketuntasan Minimal mata
pelajaran
IPS di Kelas IV SD Negeri Kokap adalah 63, prestasi IPS di kelas IV
SD ini menjadi
mata pelajaran yang hasilnya paling rendah
diantara
mata
pelajaran
yang lain. Pada SD Negeri Kalirejo hasil Ujian Tengah Semester IPS
61,
sedangkan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) mata pelajaran IPS di SD
Negeri
Kalirejo adalah 65. Pada SD Negeri 3 Sremo rata
-
rata hasil
Ujian
Tengah
Semester I
PS 70,1
sedangkan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) di
SD Negeri 3
Sremo 70,5.
Pada SD
Negeri 2 Pripih rata
-
rata hasil
Ujian Tengah
Semeste
r IPS 69,37
sedangkan KKM IPS di SD N 2 Pripih 70.
Kondisi
tempat tinggal siswa di daerah pegunungan. Sebagian besar
orangtua
siswa adalah bekerja sebagai petani dan buruh. Latar belakang sosial
ekonomi yang
demikian menyebabkan dukungan orangtua terhadap belajar
anak kurang.
Orangtua siswa sering kurang terbuka ketika diajak bekerjasama
menyelesaikan
permasalahan belaj
ar anak.
Padahal untuk menyelesaikan
permasalahan
belajar anak diperlukan pendekatan khusus. Hal tersebut
menimbulkan
sarana prasarana untuk mengembangkan kemampuan membaca
pemahaman
ataupun sarana yang mendukung belajar termasuk belajar IPS
kurang
maksima
l.
Kemudian
dengan keadaan rendahnya kemampuan membaca pemahaman
siswa dan
rendahnya prestasi belajar IPS seperti itu apakah rendahnya prestasi
belajar IPS
dipengaruhi oleh rendahnya kemampuan membaca? Adakah
hubungan
antara kemampuan membaca pemahaman de
ngan
prestasi belajar
IPS? Terkait
dengan hal di atas, peneliti merasakan persoalan ini penting untuk
diperhatikan.
Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti “Korelasi antara
Kemampuan
Membaca Pemahaman dan Prestasi Belajar IPS Siswa Kelas IV
SD
N
egeri s
e
-
Kecamatan
Kokap, Kabupaten Kulon Progo.”
B
.
Identifikasi
Masalah
Berdasar
latar be
lakang
permasalahan
, maka
muncul beberapa
permasalahan
yang dideskripsikan sebagai berikut.
1
.
Kebanyakan
siswa kelas IV memerlukan waktu yang lama untuk memahami
bacaan.
2
.
Pemahaman
siswa terhadap isi bacaan masih rendah.
3
.
Masih banyak
siswa yang kurang lancar dalam membaca
.
4
.
Metode
pembelajaran membaca kurang menarik.
5
.
Dukungan
orang tua siswa untuk menumbuhkan minat baca dan minat
belajar
kurang.
6
.
Metode yang
digunakan dalam
pembelajaran
IPS mayoritas kurang menarik.
7
.
Penggunaan
media dalam pembelajaran IPS kurang bervariasi.
8
.
Prestasi IPS
siswa kelas IV masih rendah.
Mengapa pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial perlu
diberikan kepada anak SD?
Oleh:
Rian Yoki Hermawan
Pendahuluan
Manusia
merupakan makhluk individu yang tidak dapat lepas dari hubungan dengan sesama
manusia lain di dalam menjalani kehidupannya. Berbeda dengan makhluk lainnya,
manusia akan mati. Sejak dilahirkan, manusia merupakan individu yang membutuhkan
idividu lainnya untuk dapat bertahan dan melangsungkan kehidupannya. Fredman
(1962 : 112) menyatakan bahwa manusia merupakan makhluk yang tidak dilahirkan
dengan kecakapan untuk menyesuaikan diri dengan segera terhadap lingkungannya.
Seperti telah
dijelaskan di atas manusia sejak dilahirkan telah membutuhkan manusia lainnya
umtuk dapat bertahan sehingga jika ia hidup sendirian akn mengalami gangguan
kejiwaan. Dengan bergaul bersama manusia lainnya, ia akan merasakan kepuasan
dalam jiwanya. Naluri manusia untuk selalu berhubungan dengan sesamanya ini
dilandasi oleh alasan – alasan sebagai berikut :
- keinginan
manusia untuk menjadi satu dengan manusia lain di sekelilingnya
- keinginan
untuk menjadi satu dengan alam sekelilingnya.
Hal seperti
ini yang kemudian akan melahirkan ilmu pengetahuan yang didalamnya memuat
bagaimana individu berinteraksi dengan individu lain yaitu ilmu pengetahuan
sosial. Dalam hal ini pendidikan IPS berperan untuk mendidik dan memberi
bekal kemampuan dasar kepada siswa untuk mengembangkan diri sesuai dengan
bakat, minat, kemampuan, dan lingkungannya, serta berbagai bekal siswa untuk
melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Disamping
itu juga terdapat tujuan utama dari ilmu pengetahuan sosial. Tujuan utama Ilmu
Pengetahuan Sosial ialah untuk mengembangkan potensi peserta didik agar peka
terhadap masalah sosial yang terjadi di masyarakat, memiliki sikap mental
positif terhadap perbaikan segala penyimpangan yang terjadi di masyarakat, dan
terampil mengatasi setiap masalah yang terjadi sehari-hari baik yang menimpa
dirinya sendiri maupun yang menimpa masyarakat.
IPS dianggap
perlu diberikan kepada anak SD karena IPS merupakan Ilmu yang didalamnya mempelajari
tentang cara untuk melakukan interaksi sosial. pengetahuan untuk berinteraksi
perlu dibekalkan kepada siswa agar nantinya bisa berbaur di dalam masyarakat.
Tetapi kenyataan bahwa seringnya guru dalam menyampaikan materi pembelajaran
IPS terkesan monoton dan pengetahuan hanya terpusat pada guru semata maka tidak
mengherankan apabila banyak siswa SD merasa bosan terhadap penyampaian materi
IPS.
Hal seperti
ini tidak seharusnya terjadi mengingat pelajaran IPS yang menekankan pada ilmu
tentang social. Guru dalam hal ini sebagai pengatuyr jalannya pelajaran
seharusnya menjadikannya pembelajaran yang menyenangkan. Pembelajaran PAIKEM
mutlak diperlukan agar pembelajaran lebih bermakna serta melekat pada diri
siswa.
Dalam uraian
yang saya kemukakan berisi tentang pembelajaran IPS yang perlu diberikan kepada
siswa SD.
ISI
Pelajaran
IPS sangat penting karena didalamnya memuat materi yang mempersiapkan serta
mendidik siswa untuk hidup dan memahami dunianya. Karena kemapuan
bersosialisasi sangat diperlukan sekali.
Menurut A.K.
Ellis (1991), bahwa alasan dibalik diajarkannya IPS sebagai mata pelajaran di
sekolah karena hal-hal sebagai berikut:
- IPS
memberikan tempat bagi siswa untuk belajar dan mempraktekan demokrasi.
- IPS
dirancang untuk membantu siswa menjelaskan “dunianya”.
- IPS
adalah sarana untuk pengembangan diri siswa secara positif.
- IPS
membantu siswa memperoleh pemahaman mendasar (fundamental understanding)
tentang sejarah, geographi, dan ilmu-ilmu sosial lainnya.
- IPS
meningkatkan kepekaan siswa terhadap masalah-masalah sosial.
Barr dan
teman-temannya (Nelson, 1987; Chapin dan Messick,1996) merumuskan tiga
perspektif tradisi utama dalam IPS. Ketiga tradisi utama tersebut ialah:
- IPS
diajarkan sebagai pewarisan nilai kewarganegaraan (citizenship transmission).
- IPS
diajarkan sebagai ilmu-ilmu sosial.
- IPS
diajarkan sebagai reflektif inquiry (reflective inquiry).
Kurikulum
pendidikan IPS tahun 1994 sebagaimana yang dikatakan oleh Hamid Hasan (1990),
merupakan fusi dari berbagai disiplin ilmu, Martoella (1987) mengatakan bahwa
pembelajaran Pendidikan IPS lebih menekankan pada aspek “pendidikan” dari pada
“transfer konsep”, karena dalam pembelajaran pendidikan IPS siswa diharapkan
memperoleh pemahaman terhadap sejumlah konsep dan mengembangkan serta melatih
sikap, nilai, moral, dan keterampilannya berdasarkan konsep yang telah
dimilikinya. Dengan demikian, pembelajaran pendidikan IPS harus
diformulasikannya pada aspek kependidikannya.
Menurut saya
pelajaran IPS penting bagi siswa SD karena siswa usia SD merupakan calon dari
masyarakat. Sehingga mereka memperlukan bekal untuk bersosialisasi di dalam
kehidupan bermasyarakat. Karena adanya bekal untuk berinteraksi dengan
masyarakat dan lingkungan merupakan sesuatu yang penting.
Tetapi dalam
hal ini Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di SD juga harus
memperhatikan kebutuhan anak yang berusia antara 6-12 tahun. Anak dalam
kelompok usia 7-11 tahun menurut Piaget (1963) berada dalam perkembangan
kemampuan intelektual/kognitifnya pada tingkatan kongkrit operasional. Mereka
memandang dunia dalam keseluruhan yang utuh, dan menganggap tahun yang akan
datang sebagai waktu yang masih jauh. Yang mereka pedulikan adalah
sekarang (kongkrit), dan bukan masa depan yang belum mereka pahami (abstrak).
Padahal bahan materi IPS penuh dengan pesan-pesan yang bersifat abstrak.
Konsep-konsep seperti waktu, perubahan, kesinambungan (continuity), arah mata
angin, lingkungan, ritual, akulturasi, kekuasaan, demokrasi, nilai, peranan,
permintaan, atau kelangkaan adalah konsep-konsep abstrak yang dalam program
studi IPS harus dibelajarkan kepada siswa SD.
KESIMPULAN
Dari sini
dapat diambil kesimpulan bahwa pentingnya ilmu pengetahuan social
diberikan di SD karena memiliki tujuan untuk mengembangkan potensi peserta
didik agar peka terhadap masalah sosial yang terjadi di masyarakat, memiliki
sikap mental positif terhadap perbaikan segala penyimpangan yang terjadi di
masyarakat, dan terampil mengatasi setiap masalah yang terjadi sehari-hari baik
yang menimpa dirinya sendiri maupun yang menimpa masyarakat.
Tujuan
tersebut dapat dicapai manakala program-program pembelajaran IPS di sekolah
diorganisasikan secara baik. Dari rumusan tujuan tersebut dapat dirinci sebagai
berikut (Awan Mutakin, 1998).
- Memiliki
kesadaran dan kepedulian terhadap masyarakat atau lingkungannya, melalui
pemahaman terhadap nilai-nilai sejarah dan kebudayaan masyarakat.
- Mengetahui
dan memahami konsep dasar dan mampu menggunakan metode yang diadaptasi
dari ilmu-ilmu sosial yang kemudian dapat digunakan untuk memecahkan masalah-masalah
sosial.
- Mampu
menggunakan model-model dan proses berpikir serta membuat keputusan untuk
menyelesaikan isu dan masalah yang berkembang di masyarakat.
- Menaruh
perhatian terhadap isu-isu dan masalah-masalah sosial, serta mampu membuat
analisis yang kritis, selanjutnya mampu mengambil tindakan yang tepat.
- Mampu
mengembangkan berbagai potensi sehingga mampu membangun diri sendiri agar survive
yang kemudian bertanggung jawab membangun masyarakat. pengembangan
keterampilan pembuatan keputusan.
- Memotivasi
seseorang untuk bertindak berdasarkan moral.
- Fasilitator
di dalam suatu lingkungan yang terbuka dan tidak bersifat menghakimi.
- Mempersiapkan
siswa menjadi warga negara yang baik dalam kehidupannya “to prepare
students to be well-functioning citizens in a democratic society’ dan
mengembangkan kemampuan siswa mengunakan penalaran dalam mengambil
keputusan pada setiap persoalan yang dihadapinya.
- Menekankan
perasaan, emosi, dan derajat penerimaan atau penolakan siswa terhadap
materi Pembelajaran IPS yang diberikan.
Daftar Pustaka
winataputra,
udin. 2002. materi pembelajaran IPS sd. Jakarta.
Universitas Terbuka
artikel
Bambang HP. Isu dan penentuan strategi pembelajaran IPS di sekolah.
Tim
Pengembangan Ilmu Pendidikan FIP – UPI. 2007. Ilmu dan Aplikasi
Pendidikan. Bandung. PT Imperial Bhakti Utama
Handoyo,
Budi dkk. 2004. Pendidikan IPS SD Terpadu. Malang. Geo Spektrum
Press
Moga Manfaat
Minggu, 02 Juni 2013
Model Pembelajaran IPS SD
Model Pembelajaran IPS SD
------------------------
Model pembelajaran pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) bagi murid sekolah dasar hendaknya sesuai dengan kebutuhan anak usia sekolah dasar yaitu antara 6 - 12 tahun, dimana anak-anak pada usia ini bagaikan kertas putih yang akan di tulis tinta oleh para pengajarnya yang akan berguna bagi mereka untuk dapat di terapkan dalam kehidupan mereka namun mudah untuk di mengerti oleh mereka karena pola pikir mereka yang masih sederhana yang hanya memikirkan hal-hal pada saat ini saja dan belum memikirkan untuk masa yang akan datang sehingga perlu untuk diterapkan model pembelajaran atau teknik yang dapat memungkinkan mereka untuk memahami hal ini.
Peranan pengajaran IPS begitu unik karena harus mendidik dan mempersiapkan para murid agar dapat hidup di dunianya dan memahami dunianya dimana di perlukan kualitas personal dan kualitas sosial yang merupakan hal penting,menurut A.K. Ellis (1991), bahwa alasan diajarkannya mata pelajaran IPS di sekolah adalah sebagai berikut :
1. IPS memberikan tempat abgi siswa untuk belajar dan mempraktekkan demokrasi
2. IPS dirancang untuk membantu siswa memahami "dunianya"
3. IPS adalah sarana untuk mengembangkan diri siswa secara positif
4. IPS membantu siswa untuk memperoleh pengetahuan mendasar tentang sejarah, geographi, dan ilmu-ilmu sosial lainnya
5. IPS meningkatkan kepekaan sosial siswa terhadap masalah-masalah sosial.
Berbagai cara dan teknik dikaji untuk memungkinkan konsep-konsep abstrak dapat dipahami murid, Bruner (1978) memberikan pemecahan berbentuk jembatan bailey untuk menkongkritkan yang abstrak itu dengan enactive, iconic, dan simbolic melalui percontihan dengan gerak tubuh,gambar, bagan, grafik, gerak tubuh, peta, grafik, lambang, atau elaborasi dalam kata yang dapat dipahami murid. Oleh karena itu mata pelajaran IPS menjelaskan dari hal-hal yang kongkrit kepada hal yang abstrak dengan pola pendekatan lingkungan yang semakin meluas, memulai yang mudah ke yang sukar, dari sempit ke yang luas dan dari yang dekat ke yang jauh: Individu, Keluarga,Tetangga, RT/RW, Desa, Kelurahan, Kabuapten/Kota, Propinsi, Negara, Negara Tetangga, Dunia.
Anak bukanlah replika orang dewasa dalam format kecil yang dapat dimanipulasi sebagai tenaga buruh yang murah, melainkan anak adalah entitas yang unik dan memiliki berbagai potensi yang masih latent yang memerlukan proses dan sentuhan-sentuhan tertentu dalam pengembangannya. Mereka memulai dari egosentrisme dan berkembang dengan kesadaran akan ruang dan waktu yang semakin meluas dan mencoba serta berusaha melakukan aktivitas yang berbentuk intervensi dalam dunianya. Oleh karena itu pendidikan IPS adalah salah satu upaya yang akan membawa kesadaran ruang, waktu, dan lingkungan bagi anak (Farris and Cooper , 1994 : 46).
Ada sejumlah pengertian kurikulum menurut para ahli, namun pada umumnya kurikulum terkait dengan pengalaman yang harus dikuasai dan rencana serta target yang perlu di capai. Dalam standar kompetensi kelulusan dikemukakan bahwa kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi pada SD dimaksudkan untuk mengenal, menyikapi, dan mengapresiasi ilmu pengetahuan dan teknologi serta menanamkan kebiasaan berpikir dan berperilaku ilmiah yang kritis, kreatif, dan mandiri. Bahan kajian ilmu pengetahuan sosial, antara lain, ilmu bumi, sejarah, ekonomi, kesehatan, dan sebagainya dimaksudkan untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan analisis peserta didik terhadap kondisi sosial masyarakat. Kurikulum di kembangkan berdasarkan atas :
1. berpusat dari potensi, perkembangan, kebutuhan, kepentingan murid dan lingkungannya
2. beragam dan terpadu
3. tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni
4. relevan dengan kebutuhan kehidupan
5. menyeluruh dan berkesinambungan
6. belajar sepanjang hayat
7. seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah
ruang lingkup pelajaran IPS meliputi aspek-aspek berikut :
1. Manusia, Tempat, dan Lingkungan
2. Waktu, Keberlanjutan, dan Perubahan
3. Sistem Sosial dan Budaya
4. Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan
Setiap kegiatan pembelajaran memerlukan persiapan yang berbeda-beda, tidak ada satu persiapan yang bisa digunakan untuk segala situasi, setiap topik dan setiap kompetensi yang akan di capai memerlukan persiapan yang berbeda-beda. Perencanaan pengajaran IPS diartikan sebagai proses penyusunan materi pelajaran, penggunaan media, penggunaan pendekatan dan metode, dan penilaian pengajaran IPS dalam suatu alokasi waktu yang akan dilaksanakan pada masa tertentu untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.
Perencanaan pembelajaran bisa dibuat dalam bentuk Unit pelajaran atau satuan pelajaran. Model satuan pelajaran adalah bagian dari persiapan pembelajaran dalam unit yang terkecil. Rencana pembelajaran mengandung tiga komponen yaitu :
(1) Tujuan pengajaran,
(2) materi pelajaran/bahan ajar, pendekatan dan metode mengajar, media pengajaran dan pengalaman mengajar; dan
(3) evaluasi keberhasilan. Tidak ada format baku dalam penyusunan persiapan mengajar. Oleh karena itu guru diharapkan dapat mengembangkan format-format baru. Sesuai dengan tahapan pegembangan anak, karakteristik cara anak belajar, konsep belajar dan pembelajaran bermakna, maka kegiatan pembelajaran bagi anak kelas awal SD sebaiknya dilakukan denagn pembelajaran tematik.
Pembelajaran tematik adalah pembelajaran terpadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna kepada siswa. Pembelajaran tematik lebih menekankan pada keterlibatan siswa dalam proses belajar secara aktif dalam proses pembelajaran, sehingga siswa dapat memperoleh pengalaman langsung dan terlatih untuk dapat menemukan sendiri berbagai pengetahuan yang dipelajari.
Melalui pengalaman langsung siswa akan memahami konsep-konsep yang ,mereka pelajari dan menghubungkannya dengan konsep lain yang telah dipahami.
Untuk melatih tingkat kognitif yang levelnya lebih tinggi dapat digunakan pembelajaran dengan inquiry. Pembelajaran dengan inquiry adalah pengajaran yang membantu siswa untuk menguji pertanyaan-pertanyaan, issu-issu, atau masalah yang dihadapi siswa sekaligus menjadi perhatian guru. Pembelajaran cooperative learning merupakan model pembelajaran dimana secara teknik menggunakan asas kerjasama dalam sebuah kelompok belajar. Teknik pembelajaran ini diterapkan dalam kelas diman siswa dalam satu kelas di bagi dalam kelompok kecil 4 - 6 orang atau lebih saling berpasangan untuk bertukar pendapat serta saling membantu satu sama lain dalam rangka mencapai kompetensi yang telah ditentukan.
Media pembelajaran adalah sarana yang membantu para pengajar. Pengajar juga perlu sadar bahwa tidak semua anak senang dengan peragaan media. Jenis media yang bisa dikembangkan dalam pembelajaran materi IPS diantaranya :
1. Hal-hal yang bersifat visual, seperti bagan, matrik, gambar, flip chart, flanel, data dll
2. Suara (audio) baik suara guru ataupun suara kaset
3. Suara yang disertai visualisasi (audio-visual) seperti tayangan televisi, film, video, dsb
4. Hal-hal yang bersifat materil, seperti model-model, benda contoh dll
5. Gerak, sikap, dan perilaku seperti simulasi, bermain peran dll
6. Barang cetakan seperti buku, surat kabar, majalah, jurnal, dan brosur.
7. Peristiwa atau cerita kasus yang mengandung dilema moral.
------------------------
------------------------
Model pembelajaran pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) bagi murid sekolah dasar hendaknya sesuai dengan kebutuhan anak usia sekolah dasar yaitu antara 6 - 12 tahun, dimana anak-anak pada usia ini bagaikan kertas putih yang akan di tulis tinta oleh para pengajarnya yang akan berguna bagi mereka untuk dapat di terapkan dalam kehidupan mereka namun mudah untuk di mengerti oleh mereka karena pola pikir mereka yang masih sederhana yang hanya memikirkan hal-hal pada saat ini saja dan belum memikirkan untuk masa yang akan datang sehingga perlu untuk diterapkan model pembelajaran atau teknik yang dapat memungkinkan mereka untuk memahami hal ini.
Peranan pengajaran IPS begitu unik karena harus mendidik dan mempersiapkan para murid agar dapat hidup di dunianya dan memahami dunianya dimana di perlukan kualitas personal dan kualitas sosial yang merupakan hal penting,menurut A.K. Ellis (1991), bahwa alasan diajarkannya mata pelajaran IPS di sekolah adalah sebagai berikut :
1. IPS memberikan tempat abgi siswa untuk belajar dan mempraktekkan demokrasi
2. IPS dirancang untuk membantu siswa memahami "dunianya"
3. IPS adalah sarana untuk mengembangkan diri siswa secara positif
4. IPS membantu siswa untuk memperoleh pengetahuan mendasar tentang sejarah, geographi, dan ilmu-ilmu sosial lainnya
5. IPS meningkatkan kepekaan sosial siswa terhadap masalah-masalah sosial.
Berbagai cara dan teknik dikaji untuk memungkinkan konsep-konsep abstrak dapat dipahami murid, Bruner (1978) memberikan pemecahan berbentuk jembatan bailey untuk menkongkritkan yang abstrak itu dengan enactive, iconic, dan simbolic melalui percontihan dengan gerak tubuh,gambar, bagan, grafik, gerak tubuh, peta, grafik, lambang, atau elaborasi dalam kata yang dapat dipahami murid. Oleh karena itu mata pelajaran IPS menjelaskan dari hal-hal yang kongkrit kepada hal yang abstrak dengan pola pendekatan lingkungan yang semakin meluas, memulai yang mudah ke yang sukar, dari sempit ke yang luas dan dari yang dekat ke yang jauh: Individu, Keluarga,Tetangga, RT/RW, Desa, Kelurahan, Kabuapten/Kota, Propinsi, Negara, Negara Tetangga, Dunia.
Anak bukanlah replika orang dewasa dalam format kecil yang dapat dimanipulasi sebagai tenaga buruh yang murah, melainkan anak adalah entitas yang unik dan memiliki berbagai potensi yang masih latent yang memerlukan proses dan sentuhan-sentuhan tertentu dalam pengembangannya. Mereka memulai dari egosentrisme dan berkembang dengan kesadaran akan ruang dan waktu yang semakin meluas dan mencoba serta berusaha melakukan aktivitas yang berbentuk intervensi dalam dunianya. Oleh karena itu pendidikan IPS adalah salah satu upaya yang akan membawa kesadaran ruang, waktu, dan lingkungan bagi anak (Farris and Cooper , 1994 : 46).
Ada sejumlah pengertian kurikulum menurut para ahli, namun pada umumnya kurikulum terkait dengan pengalaman yang harus dikuasai dan rencana serta target yang perlu di capai. Dalam standar kompetensi kelulusan dikemukakan bahwa kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi pada SD dimaksudkan untuk mengenal, menyikapi, dan mengapresiasi ilmu pengetahuan dan teknologi serta menanamkan kebiasaan berpikir dan berperilaku ilmiah yang kritis, kreatif, dan mandiri. Bahan kajian ilmu pengetahuan sosial, antara lain, ilmu bumi, sejarah, ekonomi, kesehatan, dan sebagainya dimaksudkan untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan analisis peserta didik terhadap kondisi sosial masyarakat. Kurikulum di kembangkan berdasarkan atas :
1. berpusat dari potensi, perkembangan, kebutuhan, kepentingan murid dan lingkungannya
2. beragam dan terpadu
3. tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni
4. relevan dengan kebutuhan kehidupan
5. menyeluruh dan berkesinambungan
6. belajar sepanjang hayat
7. seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah
ruang lingkup pelajaran IPS meliputi aspek-aspek berikut :
1. Manusia, Tempat, dan Lingkungan
2. Waktu, Keberlanjutan, dan Perubahan
3. Sistem Sosial dan Budaya
4. Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan
Setiap kegiatan pembelajaran memerlukan persiapan yang berbeda-beda, tidak ada satu persiapan yang bisa digunakan untuk segala situasi, setiap topik dan setiap kompetensi yang akan di capai memerlukan persiapan yang berbeda-beda. Perencanaan pengajaran IPS diartikan sebagai proses penyusunan materi pelajaran, penggunaan media, penggunaan pendekatan dan metode, dan penilaian pengajaran IPS dalam suatu alokasi waktu yang akan dilaksanakan pada masa tertentu untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.
Perencanaan pembelajaran bisa dibuat dalam bentuk Unit pelajaran atau satuan pelajaran. Model satuan pelajaran adalah bagian dari persiapan pembelajaran dalam unit yang terkecil. Rencana pembelajaran mengandung tiga komponen yaitu :
(1) Tujuan pengajaran,
(2) materi pelajaran/bahan ajar, pendekatan dan metode mengajar, media pengajaran dan pengalaman mengajar; dan
(3) evaluasi keberhasilan. Tidak ada format baku dalam penyusunan persiapan mengajar. Oleh karena itu guru diharapkan dapat mengembangkan format-format baru. Sesuai dengan tahapan pegembangan anak, karakteristik cara anak belajar, konsep belajar dan pembelajaran bermakna, maka kegiatan pembelajaran bagi anak kelas awal SD sebaiknya dilakukan denagn pembelajaran tematik.
Pembelajaran tematik adalah pembelajaran terpadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna kepada siswa. Pembelajaran tematik lebih menekankan pada keterlibatan siswa dalam proses belajar secara aktif dalam proses pembelajaran, sehingga siswa dapat memperoleh pengalaman langsung dan terlatih untuk dapat menemukan sendiri berbagai pengetahuan yang dipelajari.
Melalui pengalaman langsung siswa akan memahami konsep-konsep yang ,mereka pelajari dan menghubungkannya dengan konsep lain yang telah dipahami.
Untuk melatih tingkat kognitif yang levelnya lebih tinggi dapat digunakan pembelajaran dengan inquiry. Pembelajaran dengan inquiry adalah pengajaran yang membantu siswa untuk menguji pertanyaan-pertanyaan, issu-issu, atau masalah yang dihadapi siswa sekaligus menjadi perhatian guru. Pembelajaran cooperative learning merupakan model pembelajaran dimana secara teknik menggunakan asas kerjasama dalam sebuah kelompok belajar. Teknik pembelajaran ini diterapkan dalam kelas diman siswa dalam satu kelas di bagi dalam kelompok kecil 4 - 6 orang atau lebih saling berpasangan untuk bertukar pendapat serta saling membantu satu sama lain dalam rangka mencapai kompetensi yang telah ditentukan.
Media pembelajaran adalah sarana yang membantu para pengajar. Pengajar juga perlu sadar bahwa tidak semua anak senang dengan peragaan media. Jenis media yang bisa dikembangkan dalam pembelajaran materi IPS diantaranya :
1. Hal-hal yang bersifat visual, seperti bagan, matrik, gambar, flip chart, flanel, data dll
2. Suara (audio) baik suara guru ataupun suara kaset
3. Suara yang disertai visualisasi (audio-visual) seperti tayangan televisi, film, video, dsb
4. Hal-hal yang bersifat materil, seperti model-model, benda contoh dll
5. Gerak, sikap, dan perilaku seperti simulasi, bermain peran dll
6. Barang cetakan seperti buku, surat kabar, majalah, jurnal, dan brosur.
7. Peristiwa atau cerita kasus yang mengandung dilema moral.
------------------------
Ada tiga pokok konsep yang perlu
mendapat penjelasan dalam pembahasan ini.
1. Apa keterampilan berpikir
kritis itu?
2. Bagaimana mengajarkan
keterampilan berpikir kritis kepada siswa?
3. Mengapa perlu keterampilan
berpikir kritis untuk siswa?
Tiga pertanyaan ini sekaligus
akan memandu kita dalam memahami keterampilan berpikir kritis untuk pembelajarn
IPS.
Johnson (1992) merumuskan istilah
“berpikir kritis” (critical thinking) secara etimologi. Ia menyatakan bahwa
kata “critical” berasal dari “krinein”, yang berarti “menaksir nilai sesuatu”.
Lebih jauh, ia menjelaskan bahwa kritik adalah perbuatan seorang yang
mempertimbangkan, menghargai, dan menaksir nilai suatu hal. Tugas orang yang
berpikir kritis adalah menerapkan norma dan standar yang tepat terhadap suatu
hasil dan mempertimbangkan nilainya – dan mengartikulasikan pertimbangan
tersebut.
Selanjutnya, Johnson (1992)
merangkum beberapa definisi critical thinking dari beberapa ahli, seperti Ennis
(1987, 1989), Lipman (1988), Siegel (1988), Paul (1989), dan McPeck (1981),
yang disebut juga “the Group of Five”. Ia menyimpulkan bahwa ada tiga
persetujuan substansi dari kemampuan berpikir kritik. Pertama, berpikir kritis
memerlukan sejumlah kemampuan kognitif; kedua, berpikir kritis memerlukan
sejumlah informasi dan pengetahuan; dan ketiga, berpikir kritis mencakup
dimensi afektif yang semuanya menjelaskan dan menekankan secara berbeda-beda.
Ennis (1987) menyatakan bahwa
berpikir kritis merupakan istilah yang digunakan untuk suatu aktivitas
reflektif untuk mencapai tujuan yang memuat keyakinan dan prilaku yang
rasional. Ia pun telah mengidentifikasi lima kunci unsure berpikir kritis,
yakni “praktis, reflektif, rasional,terpercaya, dan berupa tindakan”. Dengan
didasari oleh pemikiran inilah, ia merumuskan suatu definisi bahwa berpikir kritis
merupakan aktivitas berpikir secara reflektif dan rasional yang difokuskan pada
penentuan apa yang harus diyakini atau dilakukan. Definisi ini lebih menekankan
pada bagaimana membuat keputusan atau pertimbangan-pertimbangan.
Tujuan berpikir kritis adalah
untuk menilai suatu pemikian, menaksir nilai dan bahkan mengevaluasi
pelaksanaan atau praktik dari suatu pemikiran dan nilai tersebut. Selain itu,
berpikir kritis meliputi aktivitas mempertimbangkan berdasarkan pada pendapat
yang diketahui. Menurut Lipman (1988), layaknya pertimbangan-pertimbangan ini
hendaknya didukung oleh krtiteria yang dapat dipertanggungjawabkan.
Berpikir kritis mendorong
munculnya pemikiran-pemikiran baru, terkadang, pembelajaran berpikir kritis
erat kaitannya dengan berpikir kreatif. Apabila keterampilan berpikir kritis
dilakukan maka sebagian dari pembelajaran bepikir kreatif telah dijalani karena
tahap pertama untuk melakukan keterampilan berpikir kritis harus melalui
keterampilan berpikir kreatif. Savage and Armstrong (1996) mengemukakan bahwa
tahap awal sebagai syarat untuk memasuki sikap berpikir kritis adalah adanya
sikap siswa memunculkan ide-ide atau pemikiran-pemikiran baru. Tahap ini
disebut pula tahap berpikir kreatif. Tahap kedua, siswa membuat pertimbangan
atau penilaian atau taksiran berdasarkan kriteria yang dapat
dipertanggungjawabkan. Tahap kedua inilah yang dikategorikan sebagai tahap
berpikir kritis.
Pada saat ini sejumlah teori dan
model pengajaran berpikir kritis telah meliputi pendekatan, strategi,
perencanaan dan sikap siswa dalam berpikir kritis, telah dijelaskan oleh para
ahli studi sosial di Amerika Serikat, seperti Wilen (1995), beyer (1985), and
Fraenkel (1980). Wilen (1995) memperkenalkan suatu pendekatan metacognitif
dalam pengajaran berpikir kritis untuk studi sosial. Menurut Wilen, pendekatan
metacognitif merupakan suatu cara alternatif untuk mengajar keterampilan
berpikir kritis.
Beyer menegaskan bahwa ada
seperangkat keterampilan berpikir kritis yang dapat digunakan dalam studi
sosial atau untuk pembelajaran disiplin ilmu-ilmu sosial.
Keterampilan-keterampilan tersebut adalah sebagai berikut.
1. Membedakan fakta dan nilai
dari suatu pendapat .
2. Menentukan reliabilitas
sumber.
3. Menentukan akurasi fakta dari
suatu pernyataan.
4. Membedakan informasi yang
relevan dari yang tidak relevan.
5. Mendeteksi penyimpangan.
6. Mengidentifikasi asumsi yang
tidak dinyatakan.
7. Mengidentifikasi tuntunan dan
agumen yang tidak jelas atau samar-samar.
8. Mengakui perbuatan yang keliru
dan tidak konsisten.
9. Membedakan antara pendapat
yang tidak dan dapat dipertanggungjawabkan.
10. Menentukan kekuatan argument.
Menurut Beyer, sepuluh kunci
keterampilan yang ditampilkan di atas merupakan hasil consensus dari sejumlah
pakar studi sosial, hasil penelitian dalam proses belajar mengajar, dan
pengalaman di ruang kelas. Semua keterampilan ini telah digunakan di dalam
penelitian sebagai indikator dalam observasi dan penelitian kemampuan berpikir
kritis yang diterapkan oleh para guru studi sosial, khususnya dalam proses
belajar mengajar dengan pendekatan inkuiri.
Selanjutnya, Beyer memperkenalkan
strategi kecakapan berpikir kritis yang cukup efektif untuk proses belajar
mengajar,ialah strategi induktif yang bersifat direktif. Ada dua strategi yang
dapat digunakan alternatif dalam menentukan apakah strategi-strategi ini dapat
digunakan lebih efektif dibandingkan dengan kelas studi sosial lainnya. Menurut
Beyer, strategi induktif merupakan cara untuk mengetahui sejauh mana kemampuan
siswa dalam mengartikulasikan atribut-atribut berpikir kritis yang telah
diajarkan. Penerapan strategi ini mencakup lima langkah yang dapat ditempuh
oleh guru:
1. Memperkenalkan keterampilan;
dan kemudian siswa;
2. Mencobakan keterampilan sebaik
mungkin;
3. Menggambarkan serta mengartikulasikan
apa yang terjadi dalam pikiran ketika menerapkan keterampilan tersebut;
4. Menerapkan pengetahuan tentang
keterampilan baru untuk diterapkan lagi, dan akhirnya;
5. Meninjau lagi apa yang
terpikir ketika keterampilan itu diterapkan.
Strategi direktif member
kesempatan kepada siswa untuk menguasai dan memahami betul komponen
keterampilan tersebut sejak permulaan. Strategi ini dapat digunakan apabila
keterampilan berpikir itu agak kompleks sehingga para siswa memerlukan
bimbingan khusus. Beyer mengajukan sejumlah rekomendasi bahwa untuk menggunakan
strategi ini, guru melakukan langkah-langkah berikut:
1. Memperkenalkan keterampilan
berpikir kritis;
2. Menjelaskan prosedur dan
aturan ketrampilan;
3. Menunjukkan bagaimana
keterampilan itu digunakan dan kemudian siswa;
4. Menerapkan keterampilan
tersebut mengikuti langkah dan aturan yang jelas;
5. Menggambarkan tentang apa yang
terjadi dalam pikiran siswa ketika keterampilan itu diterapkan.
Tidak ada komentar:
Poskan Komentar
Langganan: Poskan Komentar (Atom)
Welcome
Translate
Diberdayakan oleh
Terjemahan
Asmaul Husna
Islamic Calendar
Clock
Weather
Arsip Blog
Labels
- IPS (12)
- Square Nyengir (1)
Mengenai Saya
Nama saya Desy Ismayanti, akrab
di panggil eci. Saya tinggal di Sukabumi
Followers
Link
Diberdayakan oleh Blogger.
Tujuan Pembelajaran IPS di Sekolah Dasar
Mengenai tujuan
ilmu pengetahuan sosial, para ahli sering mengaitkannya dengan berbagai sudut
kepentingan dan penekanan dari program pendidikan tersebut. Waterwroth, (2007:
5) menyebutkan bahwa tujuan social studies (IPS) adalah untuk mempersiapkan
siswa menjadi warga negara yang baik
dalam kehidupannya di masyarakat, dimana secara tegas ia mengatakan "to prepare students to be well-functioning
citizens in a democratic society". Tujuan lain dari IPS adalah untuk
mengembangkan kemampuan siswa menggunakan penalaran dalam mengambil keputusan
setiap persoalan yang dihadapinya. "We
also think that the social studies should be more concerned with helping
student make the most rational decicisions that they can in their own personal lives." (NCSS, 2007).
Hasan (2007) mengatakan bahwa tujuan dari IPS adalah untuk: mengembangkan
kemampuan berpikir, sikap, dan nilai peserta didik sebagai individu maupun
sosial dan budaya. National
Council for the Social Studies (NCSS, 2007) menyatakan bahwa: The primary purpose of social studies to
help young people develop the ability to make informed and reasoned decision
for the public good as citizens of a culturally diverse, democratic society in
an interdependent world. Sementara Jackson (2004) mengatakan bahwa: the pupose of social studies is to prepare
youth for citizenship, there’s also general agreement that the elements of a
sound citizenship education are knowledge, skills, values, and participation.
Sejalan dengan Jackson, Chapin dan Messick (2001) menyatakan bahwa tujuan IPS
adalah: (1) to provide knowledge abaut
human experiences in the past, present, and future, (2) to develop skill to process information,
(3) to develop appropriate democratic
values and attitudes, and (4) to
develop opportunities for social participation.
Di sisi lain, melalui pembelajaran IPS diharapkan mampu dikembangkan
aspek pengetahuan dan pengertian (knowledge and understanding), aspek sikap dan
nilai (atitude and value), dan aspek keterampilan (skill) (Skeel, 1995;
Jarolimek, 1993). Untuk skala Indonesia, maka tujuan IPS khususnya pembelajaran
IPS pada jenjang sekolah dasar sebagimana tecantum dalam Kurikulum IPS-SD Tahun
2006 adalah agar peserta didik mampu mengembangkan pengetahuan dan keterampilan
dasar yang berguna bagi dirinya dalam kehidupannya sehari-hari (Depdiknas,
2006). Ilmu pengetahuan sosial juga membahas hubungan antara manusia dengan
lingkungannya, yaitu lingkungan masyarakat dimana anak didik tumbuh dan
berkembang sebagai bagian dari masyarakat, dan dihadapkan pada berbagai
permasalahan yang ada dan terjadi di lingkungan sekitarnya.
Pembelajaran IPS berusaha membantu siswa dalam memecahkan permasalahan-permasalahan
yang dihadapi, sehingga akan menjadikannya semakin mengerti dan memahami
lingkungan sosial masyarakatnya (Cleaf, 1991). Ilmu pengetahuan sosial
dibelajarkan di sekolah dasar, dimaksudkan agar siswa menjadi manusia dan warga
negara yang baik, seperti yang diharapkan oleh dirinya, orang tua, masyarakat,
dan agama (Somantri, 2004). Kosasih (Waterworth, 2007) dengan penekanan yang
agak berbeda mengatakan bahwa pembelajaran IPS di sekolah dasar pada dasarnya
dimaksudkan untuk pengembangan pengetahuan, sikap, nilai-moral, dan
keterampilan siswa agar menjadi manusia yang mampu memasyarakat (civic-community). Tujuan institusional
penyelenggaraan pendidikan di sekolah dasar menurut kurikulum 2006 (KTSP)
adalah: (1) mendidik siswa agar menjadi manusia Indonesia seutuhnya berdasarkan
Pancasila yang mampu membangun dirinya sendiri serta ikut bertanggung jawab
terhadap pembangunan bangsa, (2) memberi bekal kemampuan yang diperlukan bagi
siswa untuk melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi, dan (3)
memberi bekal kemampuan dasar untuk hidup di masyarakat dan mengembangkan diri
sesuai dengan bakat, minat, kemampuan dan lingkungannya (Depdiknas, 2006).
Berdasarkan pada beberapa pandangan di atas, dapat diformulasikan bahwa pada
dasarnya tujuan dari pembelajaran IPS pada jenjang sekolah dasar, adalah untuk
mendidik dan memberi bekal kemampuan dasar kepada siswa untuk untuk
mengembangkan diri sesuai dengan bakat, minat, kemampuan dan lingkungannya,
serta sebagai bekal bagi siswa untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang
lebih tinggi.
Berdasarkan pengertian dan tujuan dari IPS pada jenjang sekolah dasar
sebagaimana dideskripsikan di atas, tampaknya dibutuhkan suatu pola
pembelajaran yang mampu menjembatani tercapainya tujuan tersebut. Sehingga
kemampuan dan keterampilan guru dalam memilih dan menggunakan berbagai model,
metoda, dan strategi pembelajaran senantiasa terus ditingkatkan (Lasmawan,
2008; McComak, 2007), agar pembelajaran IPS di sekolah dasar benar-benar mampu
mengkondisikan upaya pembekalan kemampuan dan keterampilan dasar bagi siswa
untuk menjadi manusia dan warga negara yang baik. Karena pengkondisian iklim
belajar merupakan aspek penting bagi tercapainya tujuan pendidikan.
Pola pembelajaran IPS di SD hendaknya lebih menekankan pada unsur
pendidikan dan pembekalan pemahaman, nilai-moral, dan keterampilan-keterampilan
sosial pada siswa. Untuk itu, penekanan pembelajarannya bukan sebatas pada
upaya mencekoki atau menjejali siswa dengan sejumlah konsep yang bersifat
hapalan belaka, melainkan terletak pada upaya menjadikan siswa memiliki
seperangkat pengetahuan, sikap, nilai, dan keterampilan agar mereka mampu
menjadikan apa yang telah dipelajarinya sebagai bekal dalam memahami dan ikut
serta dalam melakoni kehidupan masyarakat
lingkungannya, serta sebagai bekal bagi dirinya untuk melanjutkan
pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Disinilah sebenarnya penekanan misi
dari pembelajaran IPS di sekolah dasar.
Rancangan pembelajaran guru, hendaknya diarahkan dan di fokuskan sesuai
dengan kondisi dan perkembangan potensi siswa agar pembelajaran yang
dilakukannya benar-benar berguna dan bermanfaat bagi siswa (Kagan, 2004; Hasan,
2007). Dengan demikian pembelajaran Pendidikan IPS semestinya diarahkan
diarahkan pada upaya pengembangan iklim yang kondusif bagi siswa untuk belajar
sekaligus melatih pengetahuan, sikap, nilai dan keterampilannya selama
pembelajaran (Waterworth, 2007; Welton and Mallan, 1996), disamping
memungkinkan siswa untuk terlibat secara langsung dalam proses belajar
mengajar. Dalam kedudukannya sebagai pengembang dan pelaksana proses
belajar-mengajar, guru diharapkan mampu memilih dan merancang program
pembelajarannya sebaik mungkin bagi pengembangan potensi diri siswanya (Meyer,
2008; Hasan, 2006). Pengembangan dan perancangan program pembelajaran ini harus
di sesuaikan dengan tujuan dan esensi dari mata pelajaran yang akan di ajarkan
pada siswanya. IPS merupakan mata pelajaran yang mempunyai fungsi dan peran
yang sangat strategis dalam usaha pembentukan warga negara yang baik dan handal
sesuai dengan tujuan pembangunan nasional (Waterworth, 2007).
Pembelajaran IPS sebagai salah satu program pendidikan yang membina dan
menyiapkan peserta didik sebagai warga negara yang baik dan memasyarakat
diharapkan mampu mengantisipasi berbagai perubahan yang terjadi di masyarakat
sehingga siswa mempunyai bekal pengetahuan dan keterampilan dalam melakoni
kehidupan di masyarakat. Guru di tuntut untuk
mampu mengikuti dan mengantisipasi berbagai perubahan masyarakat
tersebut, sehingga program pembelajaran yang dilakukannya dapat membantu
siswa dalam mempersiapkan dirinya
sebagai warga masyarakat dan warga negara untuk memecahkan berbagai persoalan
yang dihadapi dalam kehidupannya sehari-hari.
Guru harus cermat dalam memilih model pembelajaran dan merancang program
serta strategi pembelajaran, sehingga pembelajaran yang dilakukannya menjadi
pembelajaran yang menarik, aktual, dan fungsional bagi siswa. Pemilihan
model pembelajaran oleh guru mempunyai
dampak yang sangat esensial bagi perolehan belajar siswa. Kondisi pembelajaran IPS di
Indonesia dewasa ini lebih diwarnai oleh pendekatan yang menekankan pada model
belajar konvensional yang lebih banyak diwarnai dengan ceramah, sehingga kurang
mampu merangsang siswa untuk terlibat secara aktif dalam proses
belajar-mengajar (Smith, 1999; Suwarma, 1991). Suasana belajar seperti ini
semakin menjauhkan peran IPS dalam upaya mempersiapkan warga negara yang baik
dan mampu bermasyarakat. Kondisi pembelajaran IPS dewasa ini khususnya pada
jenjang sekolah dasar, menunjukkan
indikasi bahwa pola pembelajaran yang dikembangkan oleh guru cenderung bersifat
guru sentris sehingga siswa hanya menjadi objek pembelajaran.
Kondisi pembelajaran seperti di atas jelas tidak mendorong pengembangan
potensi diri siswa dalam pembelajaran, sehingga prestasi belajar yang dicapai
oleh siswa juga tidak optimal, karena guru hanya mencekoki pikiran siswa dengan
konsep-konsep materi pelajaran yang bersifat hapalan saja, kemudian dalam
melakukan evaluasi juga hanya mengevaluasi materi yang diberikannya.
Pembelajaran seperti itu, nampaknya tidak mampu menunjang dan mendorong siswa
untuk mengaktualisasikan potensi dirinya secara optimal. Suasana belajar yang
demikian mendorong lahirnya pola interaksi yang searah yaitu hanya dari guru ke
siswa saja, sehingga akan mematikan kreativitas dan menghambat pengembangan
potensi diri siswa. Model pembelajaran yang demikian, lebih cendrung berangkat
dari asumsi dasar bahwa pembelajaran IPS hanya dimaksudkan untuk mentransfer
pengetahuan atau konsep dari kepala guru ke kepala siswa. Akibatnya, mungkin
guru telah merasa membelajarkan namun siswa belum belajar. Konsekuensi logis
dari pola pembelajaran yang demikian pada dasarnya sudah merupakan pengingkaran
terhadap tujuan dan peran kritis yang diemban oleh IPS. Berdasarkan
indikator-indikator tersebut, nampaknya kualitas proses pembelajaran IPS dewasa
ini masih sangat rendah. Kondisi pembelajaran IPS sebagaimana yang di uraikan
di atas, menyebabkan siswa kurang bergairah dalam mempelajari IPS, karena siswa
hanya akan berusaha menghafal materi yang diberikan oleh guru, tanpa berusaha
mencari dan mengembangkan pengetahuan dan pemahamannya pada hal-hal lain yang
baru untuk menunjang dan memantapkan pemahaman mereka mengenai materi IPS.
Berdasarkan analisis empirik terhadap kondisi pembelajaran IPS di sekolah
dasar dan kajian terhadap tujuan, esensi, dan peran kritis yang di emban oleh
IPS, nampaknya persoalan tersebut memerlukan suatu alternatif pemecahan yang
sangat mendesak untuk menjembatani persoalan-persoalan seputar proses
pembelajaran IPS khususnya pada jenjang sekolah dasar. Artinya, diperlukan
upaya-upaya yang terprogram untuk mengubah dan memperbaiki pola pembelajaran
yang selama ini dikembangkan dan dilaksanakan oleh guru berdasarkan hasil
kajian secara empiris dan pragmatis tentang realita yang terjadi di lapangan.
Upaya tersebut dimaksudkan agar proses pembelajaran IPS yang dilakukan oleh
guru dapat mencerminkan pola interaksi belajar yang kondusif dan mendukung
pengembangan potensi diri siswa secara optimal (Journal of Education, 2008;
NCSS, 2007). Salah satu alternatif yang diduga mampu menjembatani persoalan
tersebut adalah dengan melakukan inovasi pada model pengorganisasian materi,
model pembelajaran, buku ajar, dan perangkat penilaian IPS, agar pembelajaran
yang dilakukan dan dikembangkan oleh guru dapat memfasilitasi perkembangan
potensi siswa secara optimal dan dan mampu melatih ketertanggapan sosial siswa
terhadap berbagai masalah yang tumbuh dan berkembang di masyarakat.
siapa yang mengemukakan ilmu pendidikan pertama kali di Indonesia?
BalasHapusdarimana Sumber soal soal ini kamu dapatkan?
BalasHapus