Powered By Blogger

Minggu, 15 Juni 2014

CONTOH RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

RENCANA PELAKSANAAN  PEMBELAJARAN
( RPP )
Sekolah                       :
Mata Pelajaran            : Matematika
Semester / Kelas          : I / VI
Alokasi Waktu            : 6 x 35 menit

A.    Standar Kompetensi
1.                  Melakukan operasi hitung bilangan bulat dalam pemecahan masalah
B.     Kompetensi Dasar
1.1              Menggunakan sifat-sifat operasi hitung termasuk operasi campuran, FPB dan KPK
C.     Indikator
1.1.1        Menggunakan sifat-sifat pengerjaan hitung
1.1.2        Menentukan FPB dari dua atau tiga bilangan
1.1.3        Menentukan KPK dari dua atau tiga bilangan
1.1.4        Melakukan pengerjaan hitung campuran

D.    Tujuan Pembelajaran
1.                  Setelah melakukan peragaan dengan menggunakan sedotan, siswa dapat mengetahui sifat-sifat pengerjaan hitung dengan cara pertukaran, pengelompokan, pertukaran, penyebaran
2.                  Setelah melakukan peragaan dengan cara membuet manik-manik, siswa dapat menentukan FPB dengan cara pohon faktor
3.                  Setelah melakukan peragaan dengan cara menghias taplak meja, siswa dapat menentukan KPK dengan cara pohon faktor
4.                  Setalah melakukan peragaan berbelanja, siswa dapat melakukan pengerjaan hitung campuran dengan cara penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian
E.     Materi Pembelajaran
Operasi hitung bilangan bulat  :
-          Operasi hitung campuran
-          Menetukan operasi hitung campuran
-          Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan operasi hitung campuran

F.      Metode Pembelajaran
Ceramah, diskusi, dan tanya jawab
Kegiatan pendahuluan
-          Apersepsi
1.      Guru mengucapkan salam
2.      Guru mengajak peserta didik berdoa sebelum pelajaran dimulai
3.      Guru menanyakan peserta didik yang tidak hadir
4.      Guru menjelaskan tujuan pembelajaran

G.    Kegiatan Inti
Kegiatan guru dalam ranah eksplorasi
1.      Guru menguraikan materi tentang operasi hitung campuran
2.      Guru meminta kepada peserta didik untuk menjelaskan tentang operasi hitung campuran
3.      Guru melibatkan peserta didik secara aktif dalam setiap kegiatan pembelajaran dalam bentuk tanya jawab maupun pendapat.

H.    Kegiatan dalam ranah elaborasi
1.      Memberikan penegasan kepada peserta didik guna mengetahui cara menentukan hasil operasi hitung campuran
2.      Guru memfasilitasi tanya jawab berdasarkan hasil temuan peserta didik dari hasil diskusi dan memberi solusi dalam masalah diskusi
3.      Guru melakukan evaluasi terhadap hasil pembelajaran yang sudah dilakukan dengan cara mengerjakan soal-soal latihan.

I.       Kegiatan guru dalam ranah konfirmasi
1.      Guru memberikan umpan balik positif dan menguatkan dalam bentuk lisan , tulisan, isyarat terhadap keberhasilan peserta didik.
2.       Guru memfasilitasi peserta didik melakukan reflikasi guna memperoleh pengalam belajar yang telah dilakukan.

J.       Kegiatan Penutup
1.      Guru membuat simpulan tentang hasil proses belajar mengajar
2.      Peseta didik mencatat dan merangkum tentang materi yang telah dipelajari
3.      Guru memberikan kesimpulan kepada peserta didik mengenai materi yang belum di mengerti.
4.      Merencanakan tindak lanjut dalam bentuk remedial atau pengayaan .

Soal Isian :
1.      -15 * (- 5) =
2.      -300 : (-15) + 100 =
3.      25 + 350 : (-5) =
4.      75 – 15 + 10 * (2) =
5.      20 + 25 * (2) =
6.      30 + 58 * (-3) =
7.      -56 : (-4) * (-25) =
8.      91 + 9 : (3) =
9.      Muzilma membeli 5 lusin sendok di warung  bu Wirna. Setelah sampai dirumah , datang bu Desi yang ingin meminjam 24 buah sendok untuk acara selamatan dirumahnya. Namun, tiba-tiba datang bu Enris yang juga ingin meminjam 10 buah sendok. Jadi, berapakah sisa sendok  Muzilma ?
10.  Umur Bapak Andika 6 windu, lebih tua 20 tahun dari umur anaknya Fahmi. Umur ibu Muzilma 15 tahun lebih tua dari umur Fahmi. Berapa umur Ibu Muzilma sekarang ?

Kunci Jawaban :
1.      75
2.      120
3.      -45
4.      80
5.      70
6.      204
7.      350
8.      273
9.      26 buah sendok
10.  43 tahun

Skor :
Benar 10 = 100
Benar 9 = 90
Benar 8 = 80
Benar 7 = 70
Benar 6 = 60
Benar 5 = 50
Benar 4 = 40
Benar 3 = 30
Benar 2 = 20
Benar 1 = 10
Benar 0 = 0










1
BAB I
PENDAHULUAN
A
.
Latar Belakang
Masalah
Pendidikan memiliki tujuan
nasional
yang tertuang
dalam
Undang
-
undang
N
omor 20
T
ahun 2003 tentang
Sistem Pend
idikan
Nasional pasal 3
yaitu
“...u
ntuk berkembangnya potensi peserta didik agar me
njadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis
serta bertanggung jawab
(Tim Penyusun, 2007: 12
-
13)
.” Tujuan Pendidikan
Nasional dijabark
an menjadi tujuan
-
tujuan yang lebih khusus diantaranya
tujuan instruksional. Sehingga setiap mata pelajaran memiliki tujuan lebih
khusus yang merupakan bagian dari tujuan Nasional. Usaha pemerataan
pendidikan banyak dilakukan demi tercapainya tujuan pendid
ikan nasional.
Adanya bantuan yang diberikan oleh pemerintah kepada sekolah merupakan
salah satu usaha yang dilakukan pemerintah demi mencapai tujuan pendidikan
Nasional.
Kriteria keberhasilan pendidikan dapat dilihat melalui hasil pencapaian
tujuan tiap
mata pelajaran. Hal tersebut dapat diukur dengan melihat
pencapaian KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) setiap mata pelajaran sesuai
yang ditentukan sekolah. Kemampuan siswa yang dapat dilihat melalui proses
pembelajaran, hasil Ujian Tengah Semester, hasil U
jian Semester, ataupun
hasil Ujian Sekolah menjadi tolok ukur tinggi rendahnya mutu pendidikan di
Indonesia.
2
Kemampuan membaca merupakan salah satu hal yang dibutuhkan dari
proses pendidikan. Kemampuan membaca dapat diartikan kecepatan membaca
dan pemaham
an isi secara keseluruhan (D.P. Tampubolon, 1990: 7). Dari
pendidikan dasar sampai dengan perguruan tinggi tidak pernah lepas dari
kemampuan membaca. Manusia dituntut untuk memiliki kemampuan membaca
yang tinggi. Hal ini disebabkan karena membaca adalah pr
oses yang kompleks
dan rumit (Nurhadi, 2008: 13). Kompleks artinya dalam proses membaca
terlibat berbagai faktor internal dan eksternal. Rumit dapat diartikan faktor
eksternal dan internal saling berhubungan yang menunjang pemahaman
terhadap bacaan.
Faktor
internal yang berpengaruh terhadap kemampuan membaca dapat
berupa intelegensi, minat, sikap, bakat, motivasi, proses berpikir seperti
mengingat, memahami, membedakan, membandingkan, menemukan,
menganalisis, dan sebagainya. Untuk itu membaca membutuhkan ke
mampuan
intelektual yang tinggi. Faktor minat juga berpengaruh terhadap kemampuan
membaca. Seseorang yang memiliki minat yang tinggi terhadap bacaan, dapat
dipastikan akan memperoleh pemahaman yang lebih baik terhadap topik
bacaan daripada orang yang memi
liki minat yang rendah terhadap bacaan.
Faktor eksternal juga mempengaruhi kemampuan membaca. Misalnya
sarana prasarana dan latarbelakang sosial ekonomi. Untuk sarana prasarana
contohnya ketersediaan bahan bacaan. Jika bahan bacaan tersedia cukup
banyak,
maka kesempatan untuk membiasakan membaca lebih tinggi. Begitu
pula
tingkat
sosial ekonomi yang tinggi akan mempengaruhi ketersediaan
3
sarana prasarana dalam membaca yang akan mendukung kebiasaan membaca.
Sehingga tingkat sosial ekonomi yang tinggi akan mem
pertinggi kemampuan
membaca.
Aktivitas membaca dari berbagai sumber informasi akan membuka dan
memperluas wawasan seseorang. Penyampaian informasi secara tertulis pada
abad modern ini merupakan hal yang tidak dapat ditinggalkan. Berbagai
informasi sangat e
fektif diumumkan melalui tulisan. Di dalam kehidupan
sehari
-
hari dibutuhkan kemampuan membaca. Kemampuan membaca sangat
dibutuhkan untuk memahami tanda dan aturan mulai dari yang sederhana di
lingkungan sekitar. Misalnya larangan merokok, larangan membuang
sampah
di sembarang tempat, petunjuk arah lokasi suatu tempat.
Kegunaan kemampuan membaca lainnya yaitu untuk memperoleh
informasi baik dari media cetak maupun media elektronik. Manusia tidak
pernah lepas dari informasi. Informasi dapat diperoleh dengan
membaca media
cetak ataupun media elektronik. Setiap hari disajikan informasi yang berupa
pengetahuan, fakta, hasil penelitian, liputan suatu peristiwa, dan lain
sebagainya yang disajikan melalui media cetak ataupun media elektronik.
Bahkan untuk berkomuni
kasi dengan orang lain secara jarak jauh pun
digunakan
sms
,
facebook
,
email
,
dan bentuk lain yang memerlukan
kemampuan membaca yang tinggi untuk dapat memahami pesan tersebut dan
menanggapi pesan yang diberikan oleh pemberi informasi. Hal itu disebabkan
ka
rena dalam kehidupan manusia tidak akan lepas dari proses komunikasi.
Dalam media cetak ataupun media elektronik perlu usaha untuk dapat
4
memaknai bacaan yang ada. Orang belum tentu dapat memberi makna apa
yang dibaca tersebut secara cepat. Kemampuan mener
ima informasi dapat
terjadi dengan cepat apabila orang yang membaca informasi memiliki
kemampuan membaca yang tinggi.
Begitu pentingnya kemampuan membaca bagi setiap orang maka
pembe
lajaran membaca harus diperhatikan. Pemerintah pun memperhatikan
pentingn
ya pembelajaran kemampuan membaca tersebut sampai
-
sampai dalam
SNP (Standar Nasional Pendidi
kan) pasal 25 ayat 3
dijelaskan
bahwa
kompetensi lulusan pada mata pelajaran bahasa menekankan pada kemampuan
membaca dan menulis sesuai jenjang pendidikan
(Tim Red
aksi Fokusmedia,
2008: 17)
. Dikemukakan pula dalam pasal 6 ayat 6
bahwa kurikulum SD/MI
menekankan pentingnya kemampuan dan kegemaran membaca dan menulis,
kecakapan berhitung, serta kemampuan berkomunikas
i
(Tim Redaksi
Fokusmedia
, 2008: 8)
.
Pembelajaran
membaca di Sekolah Dasar dibagi menjadi dua yaitu
kemampuan membaca permulaan dan kemampuan membaca tingkat lanjut.
Kemampuan membaca permulaan ditekankan di kelas rendah (kelas 1, 2, dan
3) berupa keterampilan mekanis yang dapat dicapai dengan aktivitas m
embaca
nyaring. Sedangkan kemampuan membaca pemahaman atau keterampilan
pemahaman ditekankan di kelas tinggi (kelas 4, 5, dan 6) yang dapat dicapai
dengan aktivitas membaca dalam hati. Bagi siswa SD kelas IV dalam
kemampuan membaca sudah tidak lagi hanya
ditekankan pada
keterampilan
mekanis saj
a
atau membaca dengan suara nyaring, melainkan sudah ditekankan
5
pada pemahaman bacaan. Bacaan yang ada di kelas IV juga sudah tidak
berbentuk bacaan yang sederhana tetapi bacaan yang lebih kompleks. Hal
tersebut juga
berkaitan dengan mata pelajaran yang dipelajari di kelas IV sudah
kompleks tidak sederhana seperti di kelas rendah. Untuk mencapai
keterampilan pemahaman bacaan, maka yang paling tepat adalah dengan
membaca dalam hati (Henry Guntur Tarigan, 1985: 12).
Un
tuk membangun kemampuan membaca yang tinggi, guru hendaknya
menggunakan berbagai metode pembelajaran yang bervariasi dalam
pembelajaran membaca. Di sini, peran guru dalam memilih metode membaca
yang tepat untuk mencapai tujuan membaca sangat diperlukan. Ke
ahlian guru
dalam memilih metode pembelajaran membaca berpengaruh terhadap
kemampuan membaca siswa. Ketika guru menyampaikan tujuan membaca dan
manfaat membaca ketika pembelajaran membaca berlangsung, maka minat
siswa akan tumbuh. Dengan adanya minat diduk
ung metode pembelajaran
yang menyenangkan siswa akan merasa senang dalam membaca.
Kemampuan membaca anak Indonesia dikatakan masih rendah.
Kemampuan membaca siswa kelas VI Sekolah Dasar di Indonesia masih
memprihatinkan atau menduduki peringkat terakhir
dari 30 negara. Indonesia
masih di bawah Filipina. Kemampuan tersebut mungkin dipengaruhi minat
baca siswa SD di Indonesia. Hasil penelitian
United Nation Development
Programe
(UNDP) melaporkan bahwa minat membaca orang Indonesia masih
termasuk rendah. Dar
i data UNDP Indonesia menempati peringkat ke
-
96 dalam
6
hal minat baca. Bahkan untuk kawasan Asia Tenggara hanya ada dua negara di
bawah Indonesia yakni Kamboja dan Laos (Audi Yudhasmara, 2010
: 1
).
Peran sekolah di Indonesia cukup penting dalam pembinaan min
at dan
kemampuan membaca. Keberhasilan studi seseorang ditentukan oleh
kemampuan dan minat membacanya. Siswa yang tidak memahami pentingnya
belajar membaca tidak akan termotivasi untuk belajar. Kurangnya kemampuan
membaca siswa SD harus bisa diatasi karena
untuk jangka panjang dampaknya
dapat dirasakan yaitu kecerdasan bangsa Indonesia akan tertinggal jauh dengan
bangsa lain. Untuk itu, sekolah harus memberikan metode yang menarik dalam
pembelajaran membaca karena sekolah yang berperan langsung dalam
pembel
ajaran membaca.
Kenyataan yang terjadi di lapangan, pembelajaran membaca di kelas IV
Sekolah Dasar belum sesuai yang diharapkan. Pembelajaran di kelas IV
seharusnya sudah menekankan pada pemahaman bacaan yang dapat diperoleh
dengan membaca di dalam hati. N
amun demikian masih ada pembelajaran
membaca di kelas tinggi yang disamakan dengan pembelajaran membaca di
kelas awal. Pembelajaran membaca pemahaman siswa kelas IV ada yang masih
ditekankan pada aspek mekanik. Pembelajaran membaca pemahaman masih
menggun
akan aktivitas membaca nyaring. Hal ini tentu membuat siswa kurang
berkembang kemampuan membacanya. Seolah
-
olah siswa kelas IV yang
mampu membaca adalah siswa yang mampu membaca dengan intonasi dan
lafal yang tepat. Dengan kata lain kemampuan membaca diar
tikan hanya
7
sampai pada kemampuan membaca permulaan. Padahal untuk kelas IV sudah
ditekankan pada pembelajaran membaca tingkat lanjut.
Meskipun membaca nyaring lebih ditekankan untuk kelas rendah, tetapi
pada siswa kelas IV di beberapa SD Negeri
di
K
ecamat
an Kokap masih
ditemui siswa yang kurang lancar dalam membaca nyaring. Masih ada siswa
yang sering menambah dan mengurangi suku kata ataupun kata dari bacaan
yang dibaca. Dijumpai pula siswa yang masih mengeja kata yang diucapkan,
membaca dengan lafal dan
intonasi yang kurang tepat, seperti tidak
menghiraukan tanda koma, berhenti tidak pada tanda titik, dan tidak tepat
dalam memenggal kalimat. Hal ini tentu akan berpengaruh terhadap
pemahaman bacaan. Jika dilihat dari kemampuan membaca siswa yang masih
sep
erti ini mungkin memang tepat pendapat guru untuk masih menekankan
membaca nyaring di kelas IV. Karena memang kenyataannya masih ada siswa
kelas IV yang kurang lancar dalam membaca nyaring.
Walaupun demikian
guru seharusnya tetap melatihkan kemampuan memba
ca tingkat lanjut,
sehingga kemampuan membaca siswa dari segi pemaham
a
nnya dapat
meningkat.
Dilihat dari kemampuan pemahaman siswa terhadap bacaan, kemampuan
siswa dalam memahami bacaan masih tergolong rendah. Hal ini dapat dilihat
dari kemampuan siswa dal
am menjawab pertanyaan tentang bacaan yang sudah
dibaca nyaring secara bergantian berulangkali, hasilnya siswa masih juga
membutuhkan waktu yang lama untuk mengerjakan soal tersebut. Ditambah
lagi ketika hasil pekerjaan dicocokkan ternyata masih banyak jaw
aban yang
8
kurang benar.
Metode pembelajaran membaca yang digunakan guru yang
monoton membuat siswa merasa bosan dalam pembelajaran membaca,
sehingga ada siswa yang mengantuk, melamun, dan tidak menyimak. Dengan
demikian pembelajaran membaca kurang optimal
dan hasilnya pun tidak sesuai
yang diharapkan.
Dalam pembelajaran di sekolah, kemampuan membaca sangat dibutuhkan
untuk keberlangsungan pembelajaran karena kemampuan membaca merupakan
dasar untuk mendapatkan pengetahuan. Kemampuan membaca menjadi dasar
unt
uk belajar berhitung, berbicara, memahami pelajaran lain seperti
Matematika, Pendidikan Kewarganegaraan, Ilmu Pengetahuan Alam, dan Ilmu
Pengetahuan Sosial (IPS). IPS merupakan salah satu mata pelajaran yang
membutuhkan kemampuan membaca.
IPS menjadi mat
a pelajaran yang cukup penting. Mata pelajaran IPS
membina siswa agar memiliki keterampilan berpikir, keterampilan akademis,
keterampilan ilmiah, dan keterampilan sosial. Materi IPS yang demikian
banyak, semuanya sangat penting untuk dipelajari dan diterap
kan dalam
kehidupan. Karena pentingnya IPS bagi anak, IPS dijadikan mata pelajaran
yang wajib diberikan di Sekolah Dasar. Seperti yang dijelaskan dalam Undang
-
undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 Pasal 37
oleh Tim
Penyusun (200
7
: 29)
,
bahwa
kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib
memuat mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial.
Pendidikan Dasar terutama Sekolah Dasar merupakan pijakan siswa untuk
melangkah menuju jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Untuk itu siswa harus
9
menguasai mater
i yang diberikan di sekolah Dasar. Jika siswa kurang
menguasai materi di Sekolah Dasar maka dampaknya akan dirasakan di jenjang
pendidikan yang lebih tinggi dan akan menjadi hambatan pula dalam
pendidikan selanjutnya.
Pembelajaran IPS membutuhkan variasi
metode dan media untuk
penyampaian materi IPS. Karena jika guru tidak terampil dalam mengemas
materi siswa akan merasa bosan dan tidak tertarik untuk mempelajari IPS.
Padahal IPS sangat bermanfaat bagi siswa baik untuk membuka wawasan
maupun untuk diterap
kan dalam kehidupan siswa.
Sebagian besar materi IPS berupa bacaan bersifat abstrak yang harus
dikemas guru dalam bentuk yang lebih konkret. Untuk belajar mandiri dan
menemukan konsep secara mandiri siswa memerlukan kemampuan membaca
yang cukup tinggi dal
am belajar IPS. Dalam pembelajaran IPS siswa dituntut
untuk menemukan sendiri konsep yang dipelajarinya. Dari hal tersebut
dibutuhkan kemampuan siswa untuk mencari dan menggali informasi dari
berbagai sumber. Salah satu kegiatan yang dapat dilakukan siswa
adalah
dengan membaca pemahaman.
Dari hasil observasi dan wawancara peneliti pada pembelajaran yang
terjadi di kelas IV beberapa SD di kecamatan Kokap, pembelajaran IPS di
Kelas IV masih menggunakan metode yang monoton, yaitu ceramah dan tanya
jawab sehi
ngga siswa merasa bosan dalam belajar. Guru juga sering merasa
kesulitan untuk menjelaskan konsep yang abstrak karena tidak tersedia alat
peraga yang mendekati konkret untuk membantu siswa lebih mudah dalam
10
memahami materi. Jika dilihat dari prestasi sisw
a, masih banyak siswa yang
belum memenuhi KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) mata pelajaran IPS.
Adapula sekolah yang sudah memenuhi KKM namun prestasi IPS merupakan
prestasi terendah dibandingkan dengan mata pelajaran yang lain. Sebagai
contoh di SD Negeri
Kokap, rata
-
rata hasil Ujian Tengah Semester mata
pelajaran IPS adalah 72,3 sedangkan Kriteria Ketuntasan Minimal mata
pelajaran IPS di Kelas IV SD Negeri Kokap adalah 63, prestasi IPS di kelas IV
SD ini menjadi mata pelajaran yang hasilnya paling rendah
diantara mata
pelajaran yang lain. Pada SD Negeri Kalirejo hasil Ujian Tengah Semester IPS
61, sedangkan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) mata pelajaran IPS di SD
Negeri Kalirejo adalah 65. Pada SD Negeri 3 Sremo rata
-
rata hasil Ujian
Tengah Semester I
PS 70,1 sedangkan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) di
SD Negeri 3 Sremo 70,5.
Pada SD Negeri 2 Pripih rata
-
rata hasil Ujian Tengah
Semeste
r IPS 69,37 sedangkan KKM IPS di SD N 2 Pripih 70.
Kondisi tempat tinggal siswa di daerah pegunungan. Sebagian besar
orangtua siswa adalah bekerja sebagai petani dan buruh. Latar belakang sosial
ekonomi yang demikian menyebabkan dukungan orangtua terhadap belajar
anak kurang. Orangtua siswa sering kurang terbuka ketika diajak bekerjasama
menyelesaikan permasalahan belaj
ar anak. Padahal untuk menyelesaikan
permasalahan belajar anak diperlukan pendekatan khusus. Hal tersebut
menimbulkan sarana prasarana untuk mengembangkan kemampuan membaca
pemahaman ataupun sarana yang mendukung belajar termasuk belajar IPS
kurang maksima
l.
11
Kemudian dengan keadaan rendahnya kemampuan membaca pemahaman
siswa dan rendahnya prestasi belajar IPS seperti itu apakah rendahnya prestasi
belajar IPS dipengaruhi oleh rendahnya kemampuan membaca? Adakah
hubungan antara kemampuan membaca pemahaman de
ngan prestasi belajar
IPS? Terkait dengan hal di atas, peneliti merasakan persoalan ini penting untuk
diperhatikan. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti “Korelasi antara
Kemampuan Membaca Pemahaman dan Prestasi Belajar IPS Siswa Kelas IV
SD
N
egeri s
e
-
Kecamatan Kokap, Kabupaten Kulon Progo.”
B
.
Identifikasi Masalah
Berdasar latar be
lakang permasalahan
, maka muncul beberapa
permasalahan yang dideskripsikan sebagai berikut.
1
.
Kebanyakan siswa kelas IV memerlukan waktu yang lama untuk memahami
bacaan.
2
.
Pemahaman siswa terhadap isi bacaan masih rendah.
3
.
Masih banyak siswa yang kurang lancar dalam membaca
.
4
.
Metode pembelajaran membaca kurang menarik.
5
.
Dukungan orang tua siswa untuk menumbuhkan minat baca dan minat
belajar kurang.
6
.
Metode yang digunakan dalam
pembelajaran IPS mayoritas kurang menarik.
7
.
Penggunaan media dalam pembelajaran IPS kurang bervariasi.
8
.
Prestasi IPS siswa kelas IV masih rendah.







Mengapa pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial perlu diberikan kepada anak SD?
Posted: November 2, 2012 in Pendidikan, Tugas Kuliah
Kaitkata:dari LEPEK community
0
Oleh:
Rian Yoki Hermawan

Pendahuluan
Manusia merupakan makhluk individu yang tidak dapat lepas dari hubungan dengan sesama manusia lain di dalam menjalani kehidupannya. Berbeda dengan makhluk lainnya, manusia akan mati. Sejak dilahirkan, manusia merupakan individu yang membutuhkan idividu lainnya untuk dapat bertahan dan melangsungkan kehidupannya. Fredman (1962 : 112) menyatakan bahwa manusia merupakan makhluk yang tidak dilahirkan dengan kecakapan untuk menyesuaikan diri dengan segera terhadap lingkungannya.
Seperti telah dijelaskan di atas manusia sejak dilahirkan telah membutuhkan manusia lainnya umtuk dapat bertahan sehingga jika ia hidup sendirian akn mengalami gangguan kejiwaan. Dengan bergaul bersama manusia lainnya, ia akan merasakan kepuasan dalam jiwanya. Naluri manusia untuk selalu berhubungan dengan sesamanya ini dilandasi oleh alasan – alasan sebagai berikut :
  1. keinginan manusia untuk menjadi satu dengan manusia lain di sekelilingnya
  2. keinginan untuk menjadi satu dengan alam sekelilingnya.
Hal seperti ini yang kemudian akan melahirkan ilmu pengetahuan yang didalamnya memuat bagaimana individu berinteraksi dengan individu lain yaitu ilmu pengetahuan sosial. Dalam hal ini pendidikan IPS berperan untuk mendidik dan memberi bekal kemampuan dasar kepada siswa untuk mengembangkan diri sesuai dengan bakat, minat, kemampuan, dan lingkungannya, serta berbagai bekal siswa untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Disamping itu juga terdapat tujuan utama dari ilmu pengetahuan sosial. Tujuan utama Ilmu Pengetahuan Sosial ialah untuk mengembangkan potensi peserta didik agar peka terhadap masalah sosial yang terjadi di masyarakat, memiliki sikap mental positif terhadap perbaikan segala penyimpangan yang terjadi di masyarakat, dan terampil mengatasi setiap masalah yang terjadi sehari-hari baik yang menimpa dirinya sendiri maupun yang menimpa masyarakat.
IPS dianggap perlu diberikan kepada anak SD karena IPS merupakan Ilmu yang didalamnya mempelajari tentang cara untuk melakukan interaksi sosial. pengetahuan untuk berinteraksi perlu dibekalkan kepada siswa agar nantinya bisa berbaur di dalam masyarakat. Tetapi kenyataan bahwa seringnya guru dalam menyampaikan materi pembelajaran IPS terkesan monoton dan pengetahuan hanya terpusat pada guru semata maka tidak mengherankan apabila banyak siswa SD merasa bosan terhadap penyampaian materi IPS.
Hal seperti ini tidak seharusnya terjadi mengingat pelajaran IPS yang menekankan pada ilmu tentang social. Guru dalam hal ini sebagai pengatuyr jalannya pelajaran seharusnya menjadikannya pembelajaran yang menyenangkan. Pembelajaran PAIKEM mutlak diperlukan agar pembelajaran lebih bermakna serta melekat pada diri siswa.
Dalam uraian yang saya kemukakan berisi tentang pembelajaran IPS yang perlu diberikan kepada siswa SD.

ISI
Pelajaran IPS sangat penting karena didalamnya memuat materi yang mempersiapkan serta mendidik siswa untuk hidup dan memahami dunianya. Karena kemapuan bersosialisasi sangat diperlukan sekali.
Menurut A.K. Ellis (1991), bahwa alasan dibalik diajarkannya IPS sebagai mata pelajaran di sekolah karena hal-hal sebagai berikut:
  1. IPS memberikan tempat bagi siswa untuk belajar dan mempraktekan demokrasi.
  2. IPS dirancang untuk membantu siswa menjelaskan “dunianya”.
  3. IPS adalah sarana untuk pengembangan diri siswa secara positif.
  4. IPS membantu siswa memperoleh pemahaman mendasar (fundamental understanding) tentang sejarah, geographi, dan ilmu-ilmu sosial lainnya.
  5. IPS meningkatkan kepekaan siswa terhadap masalah-masalah sosial.
Barr dan teman-temannya (Nelson, 1987; Chapin dan Messick,1996) merumuskan tiga perspektif tradisi utama dalam IPS. Ketiga tradisi utama tersebut ialah:
  1. IPS diajarkan sebagai pewarisan nilai kewarganegaraan (citizenship transmission).
  2. IPS diajarkan sebagai ilmu-ilmu sosial.
  3. IPS diajarkan sebagai reflektif inquiry (reflective inquiry).
Kurikulum pendidikan IPS tahun 1994 sebagaimana yang dikatakan oleh Hamid Hasan (1990), merupakan fusi dari berbagai disiplin ilmu, Martoella (1987) mengatakan bahwa pembelajaran Pendidikan IPS lebih menekankan pada aspek “pendidikan” dari pada “transfer konsep”, karena dalam pembelajaran pendidikan IPS siswa diharapkan memperoleh pemahaman terhadap sejumlah konsep dan mengembangkan serta melatih sikap, nilai, moral, dan keterampilannya berdasarkan konsep yang telah dimilikinya. Dengan demikian, pembelajaran pendidikan IPS harus diformulasikannya pada aspek kependidikannya.
Menurut saya pelajaran IPS penting bagi siswa SD karena siswa usia SD merupakan calon dari masyarakat. Sehingga mereka memperlukan bekal untuk bersosialisasi di dalam kehidupan bermasyarakat. Karena adanya bekal untuk berinteraksi dengan masyarakat dan lingkungan merupakan sesuatu yang penting.
Tetapi dalam hal ini Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di SD juga  harus memperhatikan kebutuhan anak yang berusia antara 6-12 tahun. Anak dalam kelompok usia 7-11 tahun menurut Piaget (1963) berada dalam perkembangan kemampuan intelektual/kognitifnya pada tingkatan kongkrit operasional. Mereka memandang dunia dalam keseluruhan yang utuh, dan menganggap tahun yang akan datang  sebagai waktu yang masih jauh. Yang mereka pedulikan adalah sekarang (kongkrit), dan bukan masa depan yang belum mereka pahami (abstrak). Padahal bahan materi IPS penuh dengan pesan-pesan yang bersifat abstrak. Konsep-konsep seperti waktu, perubahan, kesinambungan (continuity), arah mata angin, lingkungan, ritual, akulturasi, kekuasaan, demokrasi, nilai, peranan, permintaan, atau kelangkaan adalah konsep-konsep abstrak yang dalam program studi IPS harus dibelajarkan kepada siswa SD.


KESIMPULAN
Dari sini dapat diambil kesimpulan bahwa pentingnya ilmu pengetahuan social  diberikan di SD karena memiliki tujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar peka terhadap masalah sosial yang terjadi di masyarakat, memiliki sikap mental positif terhadap perbaikan segala penyimpangan yang terjadi di masyarakat, dan terampil mengatasi setiap masalah yang terjadi sehari-hari baik yang menimpa dirinya sendiri maupun yang menimpa masyarakat.
Tujuan tersebut dapat dicapai manakala program-program pembelajaran IPS di sekolah diorganisasikan secara baik. Dari rumusan tujuan tersebut dapat dirinci sebagai berikut (Awan Mutakin, 1998).
  1. Memiliki kesadaran dan kepedulian terhadap masyarakat atau lingkungannya, melalui pemahaman terhadap nilai-nilai sejarah dan kebudayaan masyarakat.
  2. Mengetahui dan memahami konsep dasar dan mampu menggunakan metode yang diadaptasi dari ilmu-ilmu sosial yang kemudian dapat digunakan untuk memecahkan masalah-masalah sosial.
  3. Mampu menggunakan model-model dan proses berpikir serta membuat keputusan untuk menyelesaikan isu dan masalah yang berkembang di masyarakat.
  4. Menaruh perhatian terhadap isu-isu dan masalah-masalah sosial, serta mampu membuat analisis yang kritis, selanjutnya mampu mengambil tindakan yang tepat.
  5. Mampu mengembangkan berbagai potensi sehingga mampu membangun diri sendiri agar survive yang kemudian bertanggung jawab membangun masyarakat. pengembangan keterampilan pembuatan keputusan.
  6. Memotivasi seseorang untuk bertindak berdasarkan moral.
  7. Fasilitator di dalam suatu lingkungan yang terbuka dan tidak bersifat menghakimi.
  8. Mempersiapkan siswa menjadi warga negara yang baik dalam kehidupannya “to prepare students to be well-functioning citizens in a democratic society’ dan mengembangkan kemampuan siswa mengunakan penalaran dalam mengambil keputusan pada setiap persoalan yang dihadapinya.
  9. Menekankan perasaan, emosi, dan derajat penerimaan atau penolakan siswa terhadap materi Pembelajaran IPS yang diberikan.

Daftar Pustaka
winataputra, udin. 2002. materi pembelajaran IPS sd. Jakarta. Universitas Terbuka

artikel Bambang HP. Isu dan penentuan strategi pembelajaran IPS di sekolah.

Tim Pengembangan Ilmu Pendidikan FIP – UPI. 2007. Ilmu dan Aplikasi Pendidikan. Bandung. PT Imperial Bhakti Utama

Handoyo, Budi dkk. 2004. Pendidikan IPS SD Terpadu. Malang. Geo Spektrum Press





Moga Manfaat

Minggu, 02 Juni 2013

Model Pembelajaran IPS SD

Model Pembelajaran IPS SD
------------------------
Model pembelajaran pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) bagi murid sekolah dasar hendaknya sesuai dengan kebutuhan anak usia sekolah dasar yaitu antara 6 - 12 tahun, dimana anak-anak pada usia ini bagaikan kertas putih yang akan di tulis tinta oleh para pengajarnya yang akan berguna bagi mereka untuk dapat di terapkan dalam kehidupan mereka namun mudah untuk di mengerti oleh mereka karena pola pikir mereka yang masih sederhana yang hanya memikirkan hal-hal pada saat ini saja dan belum memikirkan untuk masa yang akan datang sehingga perlu untuk diterapkan model pembelajaran atau teknik yang dapat memungkinkan mereka untuk memahami hal ini.

Peranan pengajaran IPS begitu unik karena harus mendidik dan mempersiapkan para murid agar dapat hidup di dunianya dan memahami dunianya dimana di perlukan kualitas personal dan kualitas sosial yang merupakan hal penting,menurut A.K. Ellis (1991), bahwa alasan diajarkannya mata pelajaran IPS di sekolah adalah sebagai berikut :

1. IPS memberikan tempat abgi siswa untuk belajar dan mempraktekkan demokrasi
2. IPS dirancang untuk membantu siswa memahami "dunianya"
3. IPS adalah sarana untuk mengembangkan diri siswa secara positif
4. IPS membantu siswa untuk memperoleh pengetahuan mendasar tentang sejarah, geographi, dan ilmu-ilmu sosial lainnya
5. IPS meningkatkan kepekaan sosial siswa terhadap masalah-masalah sosial.

Berbagai cara dan teknik dikaji untuk memungkinkan konsep-konsep abstrak dapat dipahami murid, Bruner (1978) memberikan pemecahan berbentuk jembatan bailey untuk menkongkritkan yang abstrak itu dengan enactive, iconic, dan simbolic melalui percontihan dengan gerak tubuh,gambar, bagan, grafik, gerak tubuh, peta, grafik, lambang, atau elaborasi dalam kata yang dapat dipahami murid. Oleh karena itu mata pelajaran IPS menjelaskan dari hal-hal yang kongkrit kepada hal yang abstrak dengan pola pendekatan lingkungan yang semakin meluas, memulai yang mudah ke yang sukar, dari sempit ke yang luas dan dari yang dekat ke yang jauh: Individu, Keluarga,Tetangga, RT/RW, Desa, Kelurahan, Kabuapten/Kota, Propinsi, Negara, Negara Tetangga, Dunia.

Anak bukanlah replika orang dewasa dalam format kecil yang dapat dimanipulasi sebagai tenaga buruh yang murah, melainkan anak adalah entitas yang unik dan memiliki berbagai potensi yang masih latent yang memerlukan proses dan sentuhan-sentuhan tertentu dalam pengembangannya. Mereka memulai dari egosentrisme dan berkembang dengan kesadaran akan ruang dan waktu yang semakin meluas dan mencoba serta berusaha melakukan aktivitas yang berbentuk intervensi dalam dunianya. Oleh karena itu pendidikan IPS adalah salah satu upaya yang akan membawa kesadaran ruang, waktu, dan lingkungan bagi anak (Farris and Cooper , 1994 : 46).

Ada sejumlah pengertian kurikulum menurut para ahli, namun pada umumnya kurikulum terkait dengan pengalaman yang harus dikuasai dan rencana serta target yang perlu di capai. Dalam standar kompetensi kelulusan dikemukakan bahwa kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi pada SD dimaksudkan untuk mengenal, menyikapi, dan mengapresiasi ilmu pengetahuan dan teknologi serta menanamkan kebiasaan berpikir dan berperilaku ilmiah yang kritis, kreatif, dan mandiri. Bahan kajian ilmu pengetahuan sosial, antara lain, ilmu bumi, sejarah, ekonomi, kesehatan, dan sebagainya dimaksudkan untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan analisis peserta didik terhadap kondisi sosial masyarakat. Kurikulum di kembangkan berdasarkan atas :

1. berpusat dari potensi, perkembangan, kebutuhan, kepentingan murid dan lingkungannya
2. beragam dan terpadu
3. tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni
4. relevan dengan kebutuhan kehidupan
5. menyeluruh dan berkesinambungan
6. belajar sepanjang hayat
7. seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah
ruang lingkup pelajaran IPS meliputi aspek-aspek berikut :
1. Manusia, Tempat, dan Lingkungan
2. Waktu, Keberlanjutan, dan Perubahan
3. Sistem Sosial dan Budaya
4. Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan

Setiap kegiatan pembelajaran memerlukan persiapan yang berbeda-beda, tidak ada satu persiapan yang bisa digunakan untuk segala situasi, setiap topik dan setiap kompetensi yang akan di capai memerlukan persiapan yang berbeda-beda. Perencanaan pengajaran IPS diartikan sebagai proses penyusunan materi pelajaran, penggunaan media, penggunaan pendekatan dan metode, dan penilaian pengajaran IPS dalam suatu alokasi waktu yang akan dilaksanakan pada masa tertentu untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.

Perencanaan pembelajaran bisa dibuat dalam bentuk Unit pelajaran atau satuan pelajaran. Model satuan pelajaran adalah bagian dari persiapan pembelajaran dalam unit yang terkecil. Rencana pembelajaran mengandung tiga komponen yaitu :
(1) Tujuan pengajaran,
(2) materi pelajaran/bahan ajar, pendekatan dan metode mengajar, media pengajaran dan pengalaman mengajar; dan
(3) evaluasi keberhasilan. Tidak ada format baku dalam penyusunan persiapan mengajar. Oleh karena itu guru diharapkan dapat mengembangkan format-format baru. Sesuai dengan tahapan pegembangan anak, karakteristik cara anak belajar, konsep belajar dan pembelajaran bermakna, maka kegiatan pembelajaran bagi anak kelas awal SD sebaiknya dilakukan denagn pembelajaran tematik.
Pembelajaran tematik adalah pembelajaran terpadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna kepada siswa. Pembelajaran tematik lebih menekankan pada keterlibatan siswa dalam proses belajar secara aktif dalam proses pembelajaran, sehingga siswa dapat memperoleh pengalaman langsung dan terlatih untuk dapat menemukan sendiri berbagai pengetahuan yang dipelajari.
Melalui pengalaman langsung siswa akan memahami konsep-konsep yang ,mereka pelajari dan menghubungkannya dengan konsep lain yang telah dipahami.

Untuk melatih tingkat kognitif yang levelnya lebih tinggi dapat digunakan pembelajaran dengan inquiry. Pembelajaran dengan inquiry adalah pengajaran yang membantu siswa untuk menguji pertanyaan-pertanyaan, issu-issu, atau masalah yang dihadapi siswa sekaligus menjadi perhatian guru. Pembelajaran cooperative learning merupakan model pembelajaran dimana secara teknik menggunakan asas kerjasama dalam sebuah kelompok belajar. Teknik pembelajaran ini diterapkan dalam kelas diman siswa dalam satu kelas di bagi dalam kelompok kecil 4 - 6 orang atau lebih saling berpasangan untuk bertukar pendapat serta saling membantu satu sama lain dalam rangka mencapai kompetensi yang telah ditentukan.

Media pembelajaran adalah sarana yang membantu para pengajar. Pengajar juga perlu sadar bahwa tidak semua anak senang dengan peragaan media. Jenis media yang bisa dikembangkan dalam pembelajaran materi IPS diantaranya :

1. Hal-hal yang bersifat visual, seperti bagan, matrik, gambar, flip chart, flanel, data dll
2. Suara (audio) baik suara guru ataupun suara kaset
3. Suara yang disertai visualisasi (audio-visual) seperti tayangan televisi, film, video, dsb
4. Hal-hal yang bersifat materil, seperti model-model, benda contoh dll
5. Gerak, sikap, dan perilaku seperti simulasi, bermain peran dll
6. Barang cetakan seperti buku, surat kabar, majalah, jurnal, dan brosur.
7. Peristiwa atau cerita kasus yang mengandung dilema moral.

------------------------
Ada tiga pokok konsep yang perlu mendapat penjelasan dalam pembahasan ini.
1. Apa keterampilan berpikir kritis itu?
2. Bagaimana mengajarkan keterampilan berpikir kritis kepada siswa?
3. Mengapa perlu keterampilan berpikir kritis untuk siswa?

Tiga pertanyaan ini sekaligus akan memandu kita dalam memahami keterampilan berpikir kritis untuk pembelajarn IPS.
Johnson (1992) merumuskan istilah “berpikir kritis” (critical thinking) secara etimologi. Ia menyatakan bahwa kata “critical” berasal dari “krinein”, yang berarti “menaksir nilai sesuatu”. Lebih jauh, ia menjelaskan bahwa kritik adalah perbuatan seorang yang mempertimbangkan, menghargai, dan menaksir nilai suatu hal. Tugas orang yang berpikir kritis adalah menerapkan norma dan standar yang tepat terhadap suatu hasil dan mempertimbangkan nilainya – dan mengartikulasikan pertimbangan tersebut.
Selanjutnya, Johnson (1992) merangkum beberapa definisi critical thinking dari beberapa ahli, seperti Ennis (1987, 1989), Lipman (1988), Siegel (1988), Paul (1989), dan McPeck (1981), yang disebut juga “the Group of Five”. Ia menyimpulkan bahwa ada tiga persetujuan substansi dari kemampuan berpikir kritik. Pertama, berpikir kritis memerlukan sejumlah kemampuan kognitif; kedua, berpikir kritis memerlukan sejumlah informasi dan pengetahuan; dan ketiga, berpikir kritis mencakup dimensi afektif yang semuanya menjelaskan dan menekankan secara berbeda-beda.
Ennis (1987) menyatakan bahwa berpikir kritis merupakan istilah yang digunakan untuk suatu aktivitas reflektif untuk mencapai tujuan yang memuat keyakinan dan prilaku yang rasional. Ia pun telah mengidentifikasi lima kunci unsure berpikir kritis, yakni “praktis, reflektif, rasional,terpercaya, dan berupa tindakan”. Dengan didasari oleh pemikiran inilah, ia merumuskan suatu definisi bahwa berpikir kritis merupakan aktivitas berpikir secara reflektif dan rasional yang difokuskan pada penentuan apa yang harus diyakini atau dilakukan. Definisi ini lebih menekankan pada bagaimana membuat keputusan atau pertimbangan-pertimbangan.
Tujuan berpikir kritis adalah untuk menilai suatu pemikian, menaksir nilai dan bahkan mengevaluasi pelaksanaan atau praktik dari suatu pemikiran dan nilai tersebut. Selain itu, berpikir kritis meliputi aktivitas mempertimbangkan berdasarkan pada pendapat yang diketahui. Menurut Lipman (1988), layaknya pertimbangan-pertimbangan ini hendaknya didukung oleh krtiteria yang dapat dipertanggungjawabkan.
Berpikir kritis mendorong munculnya pemikiran-pemikiran baru, terkadang, pembelajaran berpikir kritis erat kaitannya dengan berpikir kreatif. Apabila keterampilan berpikir kritis dilakukan maka sebagian dari pembelajaran bepikir kreatif telah dijalani karena tahap pertama untuk melakukan keterampilan berpikir kritis harus melalui keterampilan berpikir kreatif. Savage and Armstrong (1996) mengemukakan bahwa tahap awal sebagai syarat untuk memasuki sikap berpikir kritis adalah adanya sikap siswa memunculkan ide-ide atau pemikiran-pemikiran baru. Tahap ini disebut pula tahap berpikir kreatif. Tahap kedua, siswa membuat pertimbangan atau penilaian atau taksiran berdasarkan kriteria yang dapat dipertanggungjawabkan. Tahap kedua inilah yang dikategorikan sebagai tahap berpikir kritis.
Pada saat ini sejumlah teori dan model pengajaran berpikir kritis telah meliputi pendekatan, strategi, perencanaan dan sikap siswa dalam berpikir kritis, telah dijelaskan oleh para ahli studi sosial di Amerika Serikat, seperti Wilen (1995), beyer (1985), and Fraenkel (1980). Wilen (1995) memperkenalkan suatu pendekatan metacognitif dalam pengajaran berpikir kritis untuk studi sosial. Menurut Wilen, pendekatan metacognitif merupakan suatu cara alternatif untuk mengajar keterampilan berpikir kritis.
Beyer menegaskan bahwa ada seperangkat keterampilan berpikir kritis yang dapat digunakan dalam studi sosial atau untuk pembelajaran disiplin ilmu-ilmu sosial. Keterampilan-keterampilan tersebut adalah sebagai berikut.
1. Membedakan fakta dan nilai dari suatu pendapat .
2. Menentukan reliabilitas sumber.
3. Menentukan akurasi fakta dari suatu pernyataan.
4. Membedakan informasi yang relevan dari yang tidak relevan.
5. Mendeteksi penyimpangan.
6. Mengidentifikasi asumsi yang tidak dinyatakan.
7. Mengidentifikasi tuntunan dan agumen yang tidak jelas atau samar-samar.
8. Mengakui perbuatan yang keliru dan tidak konsisten.
9. Membedakan antara pendapat yang tidak dan dapat dipertanggungjawabkan.
10. Menentukan kekuatan argument.

Menurut Beyer, sepuluh kunci keterampilan yang ditampilkan di atas merupakan hasil consensus dari sejumlah pakar studi sosial, hasil penelitian dalam proses belajar mengajar, dan pengalaman di ruang kelas. Semua keterampilan ini telah digunakan di dalam penelitian sebagai indikator dalam observasi dan penelitian kemampuan berpikir kritis yang diterapkan oleh para guru studi sosial, khususnya dalam proses belajar mengajar dengan pendekatan inkuiri.
Selanjutnya, Beyer memperkenalkan strategi kecakapan berpikir kritis yang cukup efektif untuk proses belajar mengajar,ialah strategi induktif yang bersifat direktif. Ada dua strategi yang dapat digunakan alternatif dalam menentukan apakah strategi-strategi ini dapat digunakan lebih efektif dibandingkan dengan kelas studi sosial lainnya. Menurut Beyer, strategi induktif merupakan cara untuk mengetahui sejauh mana kemampuan siswa dalam mengartikulasikan atribut-atribut berpikir kritis yang telah diajarkan. Penerapan strategi ini mencakup lima langkah yang dapat ditempuh oleh guru:
1. Memperkenalkan keterampilan; dan kemudian siswa;
2. Mencobakan keterampilan sebaik mungkin;
3. Menggambarkan serta mengartikulasikan apa yang terjadi dalam pikiran ketika menerapkan keterampilan tersebut;
4. Menerapkan pengetahuan tentang keterampilan baru untuk diterapkan lagi, dan akhirnya;
5. Meninjau lagi apa yang terpikir ketika keterampilan itu diterapkan.
Strategi direktif member kesempatan kepada siswa untuk menguasai dan memahami betul komponen keterampilan tersebut sejak permulaan. Strategi ini dapat digunakan apabila keterampilan berpikir itu agak kompleks sehingga para siswa memerlukan bimbingan khusus. Beyer mengajukan sejumlah rekomendasi bahwa untuk menggunakan strategi ini, guru melakukan langkah-langkah berikut:
1. Memperkenalkan keterampilan berpikir kritis;
2. Menjelaskan prosedur dan aturan ketrampilan;
3. Menunjukkan bagaimana keterampilan itu digunakan dan kemudian siswa;
4. Menerapkan keterampilan tersebut mengikuti langkah dan aturan yang jelas;
5. Menggambarkan tentang apa yang terjadi dalam pikiran siswa ketika keterampilan itu diterapkan.

Desy Ismayanti 10.00
IPS

Tidak ada komentar:

Poskan Komentar

Welcome

Translate

Diberdayakan oleh Terjemahan

Asmaul Husna


Islamic Calendar


Clock

Weather


Arsip Blog

Labels

Mengenai Saya

Nama saya Desy Ismayanti, akrab di panggil eci. Saya tinggal di Sukabumi

Followers

Link



Diberdayakan oleh Blogger.




Tujuan Pembelajaran IPS di Sekolah Dasar

Mengenai tujuan ilmu pengetahuan sosial, para ahli sering mengaitkannya dengan berbagai sudut kepentingan dan penekanan dari program pendidikan tersebut. Waterwroth, (2007: 5) menyebutkan bahwa tujuan social studies (IPS) adalah untuk mempersiapkan siswa menjadi warga negara  yang baik dalam kehidupannya di masyarakat, dimana secara tegas ia mengatakan "to prepare students to be well-functioning citizens in a democratic society". Tujuan lain dari IPS adalah untuk mengembangkan kemampuan siswa menggunakan penalaran dalam mengambil keputusan setiap persoalan yang dihadapinya. "We also think that the social studies should be more concerned with helping student make the most rational decicisions that they can in their  own personal lives." (NCSS, 2007). Hasan (2007) mengatakan bahwa tujuan dari IPS adalah untuk: mengembangkan kemampuan berpikir, sikap, dan nilai peserta didik sebagai individu maupun sosial dan budaya.                 National Council for the Social Studies (NCSS, 2007) menyatakan bahwa: The primary purpose of social studies to help young people develop the ability to make informed and reasoned decision for the public good as citizens of a culturally diverse, democratic society in an interdependent world. Sementara Jackson (2004) mengatakan bahwa: the pupose of social studies is to prepare youth for citizenship, there’s also general agreement that the elements of a sound citizenship education are knowledge, skills, values, and participation. Sejalan dengan Jackson, Chapin dan Messick (2001) menyatakan bahwa tujuan IPS adalah: (1) to provide knowledge abaut human experiences in the past, present, and future, (2) to develop skill to process information, (3) to develop appropriate democratic values and attitudes, and (4) to develop opportunities for social participation.
Di sisi lain, melalui pembelajaran IPS diharapkan mampu dikembangkan aspek pengetahuan dan pengertian (knowledge and understanding), aspek sikap dan nilai (atitude and value), dan aspek keterampilan (skill) (Skeel, 1995; Jarolimek, 1993). Untuk skala Indonesia, maka tujuan IPS khususnya pembelajaran IPS pada jenjang sekolah dasar sebagimana tecantum dalam Kurikulum IPS-SD Tahun 2006 adalah agar peserta didik mampu mengembangkan pengetahuan dan keterampilan dasar yang berguna bagi dirinya dalam kehidupannya sehari-hari (Depdiknas, 2006). Ilmu pengetahuan sosial juga membahas hubungan antara manusia dengan lingkungannya, yaitu lingkungan masyarakat dimana anak didik tumbuh dan berkembang sebagai bagian dari masyarakat, dan dihadapkan pada berbagai permasalahan yang ada dan terjadi di lingkungan sekitarnya.
Pembelajaran IPS berusaha membantu siswa dalam memecahkan permasalahan-permasalahan yang dihadapi, sehingga akan menjadikannya semakin mengerti dan memahami lingkungan sosial masyarakatnya (Cleaf, 1991). Ilmu pengetahuan sosial dibelajarkan di sekolah dasar, dimaksudkan agar siswa menjadi manusia dan warga negara yang baik, seperti yang diharapkan oleh dirinya, orang tua, masyarakat, dan agama (Somantri, 2004). Kosasih (Waterworth, 2007) dengan penekanan yang agak berbeda mengatakan bahwa pembelajaran IPS di sekolah dasar pada dasarnya dimaksudkan untuk pengembangan pengetahuan, sikap, nilai-moral, dan keterampilan siswa agar menjadi manusia yang mampu memasyarakat (civic-community). Tujuan institusional penyelenggaraan pendidikan di sekolah dasar menurut kurikulum 2006 (KTSP) adalah: (1) mendidik siswa agar menjadi manusia Indonesia seutuhnya berdasarkan Pancasila yang mampu membangun dirinya sendiri serta ikut bertanggung jawab terhadap pembangunan bangsa, (2) memberi bekal kemampuan yang diperlukan bagi siswa untuk melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi, dan (3) memberi bekal kemampuan dasar untuk hidup di masyarakat dan mengembangkan diri sesuai dengan bakat, minat, kemampuan dan lingkungannya (Depdiknas, 2006). Berdasarkan pada beberapa pandangan di atas, dapat diformulasikan bahwa pada dasarnya tujuan dari pembelajaran IPS pada jenjang sekolah dasar, adalah untuk mendidik dan memberi bekal kemampuan dasar kepada siswa untuk untuk mengembangkan diri sesuai dengan bakat, minat, kemampuan dan lingkungannya, serta sebagai bekal bagi siswa untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Berdasarkan pengertian dan tujuan dari IPS pada jenjang sekolah dasar sebagaimana dideskripsikan di atas, tampaknya dibutuhkan suatu pola pembelajaran yang mampu menjembatani tercapainya tujuan tersebut. Sehingga kemampuan dan keterampilan guru dalam memilih dan menggunakan berbagai model, metoda, dan strategi pembelajaran senantiasa terus ditingkatkan (Lasmawan, 2008; McComak, 2007), agar pembelajaran IPS di sekolah dasar benar-benar mampu mengkondisikan upaya pembekalan kemampuan dan keterampilan dasar bagi siswa untuk menjadi manusia dan warga negara yang baik. Karena pengkondisian iklim belajar merupakan aspek penting bagi tercapainya tujuan pendidikan.
Pola pembelajaran IPS di SD hendaknya lebih menekankan pada unsur pendidikan dan pembekalan pemahaman, nilai-moral, dan keterampilan-keterampilan sosial pada siswa. Untuk itu, penekanan pembelajarannya bukan sebatas pada upaya mencekoki atau menjejali siswa dengan sejumlah konsep yang bersifat hapalan belaka, melainkan terletak pada upaya menjadikan siswa memiliki seperangkat pengetahuan, sikap, nilai, dan keterampilan agar mereka mampu menjadikan apa yang telah dipelajarinya sebagai bekal dalam memahami dan ikut serta dalam melakoni kehidupan masyarakat  lingkungannya, serta sebagai bekal bagi dirinya untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Disinilah sebenarnya penekanan misi dari pembelajaran IPS di sekolah dasar.
Rancangan pembelajaran guru, hendaknya diarahkan dan di fokuskan sesuai dengan kondisi dan perkembangan potensi siswa agar pembelajaran yang dilakukannya benar-benar berguna dan bermanfaat bagi siswa (Kagan, 2004; Hasan, 2007). Dengan demikian pembelajaran Pendidikan IPS semestinya diarahkan diarahkan pada upaya pengembangan iklim yang kondusif bagi siswa untuk belajar sekaligus melatih pengetahuan, sikap, nilai dan keterampilannya selama pembelajaran (Waterworth, 2007; Welton and Mallan, 1996), disamping memungkinkan siswa untuk terlibat secara langsung dalam proses belajar mengajar. Dalam kedudukannya sebagai pengembang dan pelaksana proses belajar-mengajar, guru diharapkan mampu memilih dan merancang program pembelajarannya sebaik mungkin bagi pengembangan potensi diri siswanya (Meyer, 2008; Hasan, 2006). Pengembangan dan perancangan program pembelajaran ini harus di sesuaikan dengan tujuan dan esensi dari mata pelajaran yang akan di ajarkan pada siswanya. IPS merupakan mata pelajaran yang mempunyai fungsi dan peran yang sangat strategis dalam usaha pembentukan warga negara yang baik dan handal sesuai dengan tujuan pembangunan nasional (Waterworth, 2007).
Pembelajaran IPS sebagai salah satu program pendidikan yang membina dan menyiapkan peserta didik sebagai warga negara yang baik dan memasyarakat diharapkan mampu mengantisipasi berbagai perubahan yang terjadi di masyarakat sehingga siswa mempunyai bekal pengetahuan dan keterampilan dalam melakoni kehidupan di masyarakat. Guru di tuntut untuk  mampu mengikuti dan mengantisipasi berbagai perubahan masyarakat tersebut, sehingga program pembelajaran yang dilakukannya dapat membantu siswa  dalam mempersiapkan dirinya sebagai warga masyarakat dan warga negara untuk memecahkan berbagai persoalan yang dihadapi dalam kehidupannya sehari-hari.
Guru harus cermat dalam memilih model pembelajaran dan merancang program serta strategi pembelajaran, sehingga pembelajaran yang dilakukannya menjadi pembelajaran yang menarik, aktual, dan fungsional bagi siswa. Pemilihan model  pembelajaran oleh guru mempunyai dampak yang sangat esensial bagi perolehan belajar siswa.                 Kondisi pembelajaran IPS di Indonesia dewasa ini lebih diwarnai oleh pendekatan yang menekankan pada model belajar konvensional yang lebih banyak diwarnai dengan ceramah, sehingga kurang mampu merangsang siswa untuk terlibat secara aktif dalam proses belajar-mengajar (Smith, 1999; Suwarma, 1991). Suasana belajar seperti ini semakin menjauhkan peran IPS dalam upaya mempersiapkan warga negara yang baik dan mampu bermasyarakat. Kondisi pembelajaran IPS dewasa ini khususnya pada jenjang  sekolah dasar, menunjukkan indikasi bahwa pola pembelajaran yang dikembangkan oleh guru cenderung bersifat guru sentris sehingga siswa hanya menjadi objek pembelajaran.
Kondisi pembelajaran seperti di atas jelas tidak mendorong pengembangan potensi diri siswa dalam pembelajaran, sehingga prestasi belajar yang dicapai oleh siswa juga tidak optimal, karena guru hanya mencekoki pikiran siswa dengan konsep-konsep materi pelajaran yang bersifat hapalan saja, kemudian dalam melakukan evaluasi juga hanya mengevaluasi materi yang diberikannya. Pembelajaran seperti itu, nampaknya tidak mampu menunjang dan mendorong siswa untuk mengaktualisasikan potensi dirinya secara optimal. Suasana belajar yang demikian mendorong lahirnya pola interaksi yang searah yaitu hanya dari guru ke siswa saja, sehingga akan mematikan kreativitas dan menghambat pengembangan potensi diri siswa. Model pembelajaran yang demikian, lebih cendrung berangkat dari asumsi dasar bahwa pembelajaran IPS hanya dimaksudkan untuk mentransfer pengetahuan atau konsep dari kepala guru ke kepala siswa. Akibatnya, mungkin guru telah merasa membelajarkan namun siswa belum belajar. Konsekuensi logis dari pola pembelajaran yang demikian pada dasarnya sudah merupakan pengingkaran terhadap tujuan dan peran kritis yang diemban oleh IPS. Berdasarkan indikator-indikator tersebut, nampaknya kualitas proses pembelajaran IPS dewasa ini masih sangat rendah. Kondisi pembelajaran IPS sebagaimana yang di uraikan di atas, menyebabkan siswa kurang bergairah dalam mempelajari IPS, karena siswa hanya akan berusaha menghafal materi yang diberikan oleh guru, tanpa berusaha mencari dan mengembangkan pengetahuan dan pemahamannya pada hal-hal lain yang baru untuk menunjang dan memantapkan pemahaman mereka mengenai materi IPS.
Berdasarkan analisis empirik terhadap kondisi pembelajaran IPS di sekolah dasar dan kajian terhadap tujuan, esensi, dan peran kritis yang di emban oleh IPS, nampaknya persoalan tersebut memerlukan suatu alternatif pemecahan yang sangat mendesak untuk menjembatani persoalan-persoalan seputar proses pembelajaran IPS khususnya pada jenjang sekolah dasar. Artinya, diperlukan upaya-upaya yang terprogram untuk mengubah dan memperbaiki pola pembelajaran yang selama ini dikembangkan dan dilaksanakan oleh guru berdasarkan hasil kajian secara empiris dan pragmatis tentang realita yang terjadi di lapangan. Upaya tersebut dimaksudkan agar proses pembelajaran IPS yang dilakukan oleh guru dapat mencerminkan pola interaksi belajar yang kondusif dan mendukung pengembangan potensi diri siswa secara optimal (Journal of Education, 2008; NCSS, 2007). Salah satu alternatif yang diduga mampu menjembatani persoalan tersebut adalah dengan melakukan inovasi pada model pengorganisasian materi, model pembelajaran, buku ajar, dan perangkat penilaian IPS, agar pembelajaran yang dilakukan dan dikembangkan oleh guru dapat memfasilitasi perkembangan potensi siswa secara optimal dan dan mampu melatih ketertanggapan sosial siswa terhadap berbagai masalah yang tumbuh dan berkembang di masyarakat.
TheOne 10.04


2 komentar: